Sukses

Komandan Tersandera Narkoba

Pagi itu, sekitar pukul 07.30 WIB, sang komandan menggiring prajuritnya ke lapangan di Makassar, Sulawesi Selatan.

Liputan6.com, Jakarta - Pagi itu, sekitar pukul 07.30 WIB, sang komandan menggiring prajuritnya ke lapangan di Makassar, Sulawesi Selatan. Setiap orang diperiksa urinenya.

Semua dilakukan sang komandan semata-mata demi memastikan, jajarannya bersih dari belenggu narkoba. Kolonel Inf Jefri Oktavian Rotty tak ingin ada jajarannya yang mengonsumsi benda haram itu.

Ancaman pun keluar dari mulutnya. Dia tak segan-segan memecat anak buahnya yang terbukti berhubungan dengan narkoba.

"Yang terbukti terlibat narkoba, tidak ada ampun, tidak ada kata maaf dan akan dipecat dari dinas keprajuritan TNI," kata Jefri di Makodim 1408 BS/1408 Makassar, Sulawesi Selatan kala itu, 22 Maret 2016.

Namun semua berbalik saat kabar mengejutkan datang tak lama setelah tes urine massal tersebut. Justru sang komandan yang kedapatan mengonsumsi narkoba.

Selasa, 5 April 2016, Komandan Kodim 1408 BS/1408 itu diciduk saat diduga sedang pesta narkoba di Hotel D'Maleo Jalan Pelita Raya, Makassar, Sulsel.

Pada awalnya, aparat gabungan TNI yang dipimpin langsung oleh Kepala Staf Kodam VII Wirabuana, Brigjen TNI Supartodi mendapatkan informasi bahwa ada oknum TNI yang diduga melakukan pesta narkoba di hotel tersebut.

Ilustrasi Narkoba

Setelah tiba di lokasi yang dilaporkan, tim menemukan Kolonel Infanteri Jefri Oktavian Rotti Dandim 1408 BS/1408 Makassar bersama beberapa rekannya diduga sedang pesta narkoba.

Hal ini dibenarkan oleh Kepala Staf Kodam VII Wirabuana, Brigjen TNI Supartodi. "Dandim Makassar positif menggunakan narkoba saat dilakukan tes urine," ucap Supartodi saat dihubungi via telepon, Rabu 6 April 2016.

Dihubungi terpisah via telepon, Panglima Kodam VII Wirabuana Mayjen TNI Agus Surya Bakti mengatakan, penggerebekan yang dilakukan tersebut salah satu upaya yang dilakukan jajarannya sesuai perintah Panglima TNI agar dilaksanakan operasi intensif.

"Tujuannya jelas agar anggota TNI bebas narkoba," kata Agus.

Marahnya Sang Panglima

Kabar dari Makassar itu pun sampai ke telinga Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Gatot dikabarkan berang mendengarnya. Jelas-jelas TNI, khususnya Angkatan Darat (AD) ingin menunjukkan komitmennya memberantas narkoba.

Seperti disampaikan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispen AD), Brigadir Jenderal Sabrar Fadhilah.

"Beliau kecewa dan marah dan meminta proses sesuai hukuman yang berlaku. TNI berkomitmen terhadap pemberantasan dan bahaya narkoba," ujar Sabrar saat berbincang dengan Liputan6.com.

"Ini menjadi salah satu yang kita sesalkan."

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo meninjau pasukan usai Apel Gelar Pasukan Pengamanan KTT OKI ke-5 di Silang Monas, Jakarta Pusat, Selasa (1/3/2016). Sebanyak 10.150 ribu pasukan TNI dikerahkan pada Apel tersebut. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Perilaku yang dicontohkan Kolonel Jefri, kata Sabrar, adalah sesuatu yang tidak pantas untuk seorang perwira menengah, terlebih berpangkat kolonel dan menduduki jabatan strategis sebagai Komandan Kodim yang membawahi beberapa kota besar.

"Apa yang dilakukan dia itu sesuatu yang tidak pantas, apalagi TNI sedang gencar-gencarnya memberantas narkotika," tegas Sabrar.

Rupanya tidak hanya Kolonel Infanteri Jefri Oktavian Rotti yang dicokok Polisi Militer (POM) saat pesta sabu itu. Ada satu perwira lainnya yang juga ikut dalam pesta barang haram, Selasa malam kemarin.

Perwira menengah berpangkat Letnan Kolonel itu berinisial BS. Dia menjabat Kepala Pusat Komando Pengendalian (Kapuskodal) Kodam VII Wirabuana. Dua perwira ini ditangkap bersama lima warga sipil, Selasa 4 April 2016, di Hotel D'Maleo Makassar, sekitar pukul 00.35 Wita.

Seperti disampaikan Wakil Kepala Penerangan Kodam VII Wirabuana, Letnan Kolonel Infantri ‎Vipy Amuranto. "Semua urine positif (narkoba) setelah dilakukan pemeriksaan," kata Vipy.



Diusir

Tak cuma kali ini saja anggota TNI tersangkut kasus narkoba. Pada akhir Maret 2016 lalu,  H, seorang prajurit TNI yang bertugas di Batalion 132/Bima Sakti, Pekanbaru, Riau, harus angkat kaki dari rumah dinasnya karena positif mengonsumsi narkoba.

Tidak hanya H, keluarganya juga ikut diusir dari tempat mereka bernaung selama ini.

Sebelum diperintah angkat kaki, H terlebih dahulu menjalani pemeriksaan internal Danyonif 132/Bima Sakti Mayor Infanteri Nurul Yakin.

"Ini sebagai bukti keseriusan TNI untuk bersih-bersih dari peredaran barang terlarang itu," kata Mayor Nurul Yakin, Rabu 30 Maret 2016.

Semua properti pribadi milik prajurit TNI dan keluarganya itu sudah diangkut memakai truk dari lingkungan militer. (Liputan6.com/M Syukur)

Nurul menjelaskan, seluruh prajurit dites urine pada Minggu, 27 Maret 2016. Hasil tes menunjukkan H positif mengonsumsi narkoba. Tindakan tegas diambil atas pelanggaran yang dilakukan H.

Nurul menyebutkan, semua properti pribadi milik prajurit TNI dan keluarganya itu sudah diangkut memakai truk dari lingkungan militer.

"Tindakan tegas ini sebagai contoh bagi anggota Batalyon yang lain, serta memberikan efek jera kepada oknum anggota yang masih menggunakan narkoba secara sembunyi-sembunyi," ucap Nurul.

Selain H, masih ada tujuh prajurit TNI lainnya yang positif mengonsumsi narkoba.

Perang

Perang terhadap narkoba ini bukannya tanpa alasan. Narkoba terbukti berbahaya.

Saking berbahayanya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, masalah narkoba jauh lebih bahaya dibanding teroris. Sebab, setiap hari puluhan orang meninggal akibat barang haram tersebut.

"Tercatat 30-50 orang meninggal tiap hari karena narkoba. Mau diapakan ini? Dibilang teroris berat? Jauh lebih berat narkoba," kata Luhut saat memberi arahan dan pemantapan kepada kepala Lapas dan Rutan seluruh Indonesia terkait pencegahan dan pemberantasan narkoba di lapas atau rutan di Graha Pengayom, Jakarta pada 5 April 2016.



Selain itu, sambung dia, pemakai narkoba sangat rentan terinfeksi HIV. Penyakit itu disebarkan melalui jarum suntik dari konsumsi obat-obat terlarang.

Dia menjelaskan jumlah pengidap HIV rata-rata berada di rentang umur 15-49 tahun. Persentase terbesar berada di Papua Barat 3,2 persen dan di Papua adalah 2,4 persen. Angka itu jauh di atas rata-rata nasional 0,4 persen.

"Korelasi narkoba dengan HIV itu tinggi sekali. Kita klaim bangsa beragama tapi HIV tinggi. Di Jakarta itu persentase mencapai 1,3 persen," ucap Luhut.