Sukses

3 Fakta tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta

Tak kenal maka tak sayang. Apa sih sebenarnya reklamasi pantai? Cek di sini.

Liputan6.com, Jakarta - Reklamasi pantai utara Jakarta mencuat saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Ketua Komisi D DPRD M Sanusi. Proyek yang selama ini adem ayem kecuali protes dari aktivis lingkungan, menjadi perhatian publik. Setelah itu, muncul banyak perdebatan tentang reklamasi pantai.

Kali ini, tidak hanya dampak lingkungan yang dipermasalahkan. Perizinannya pun menimbulkan perdebatan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan jajaran Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Namun, apa sih sebenarnya reklamasi pantai? Berikut ini 3 fakta tentang reklamasi pantai yang digembar-gemborkan Ahok:

1. Beri Tambahan Lahan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 'Reklamasi' berarti usaha memperluas tanah (pertanian) dengan memanfaatkan daerah yang semula tidak berguna. Misalnya dengan cara menguruk daerah rawa-rawa.

Reklamasi pantai utara Jakarta merupakan bagian dari proyek tanggul raksasa (Giant Sea Wall) untuk mengatasi masalah rob di Ibu Kota.

Ahok mengklaim reklamasi ini akan menghasilkan tambahan lahan untuk Jakarta seluas 5.100 hektare atau lebih besar dari luas wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Lahan ini terbagi menjadi 17 pulau yang terbentang di pantai utara Jakarta.

Ke-17 pulau itu dibagi menjadi tiga kawasan. Kawasan barat untuk pemukiman dan wisata. Kawasan tengah untuk perdagangan jasa dan komersial. Sedang kawasan timur untuk distribusi barang, pelabuhan, dan pergudangan.

2 dari 3 halaman

2. Baik-Buruk Reklamasi

Reklamasi dilakukan dengan menimbun pasir dengan spesifikasi tertentu ke laut hingga membentuk daratan. Sebelumnya, tanggul harus dibangun untuk penahan pasir.

Tentunya, ekosistem laut di sekitar daerah pembangunan akan berubah. Keanekaragaman hayati yang diperkirakan akan punah akibat proyek reklamasi. Ini yang dikhawatirkan para nelayan. Selama ini, mereka terbiasa mencari ikan di tak jauh dari pantai utara Jakarta. Namun, ketika ikan-ikan menjauh, nelayan pun kehilangan matapencarian.

Dampak lingkungan lainnya dari proyek ini adalah meningkatkan potensi banjir. Reklamasi dapat mengubah bentang alam dan aliran air (hidrologi).

Massa saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jakarta, Kamis (25/2). Massa menuntut agar dibatalkannya pengesahan dua Raperda Reklamasi karena dianggap merugikan nelayan serta ekosistem pesisir. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Namun, Direktur Eksekutif Indonesia Water Institute Firdaus Ali optimistis reklamasi merupakan salah satu upaya mengatasi sebuah permasalahan di Jakarta. Masalah yang dimaksud yaitu land subsidence atau penurunan muka tanah.

Sebenarnya, kata dia, ini masalah yang lebih mengancam daripada dampak reklamasi itu sendiri.

"Penurunan muka tanah terus terjadi di wilayah Jakarta setiap tahun. Penurunan ini berbeda di setiap titik di Jakarta, yang paling parah memang di utara Jakarta. Kalau laju ekstraksi air tanah yang merupakan penyebabnya tidak ditangani serius, maka Jakarta 40 tahun ke depan akan tenggelam," ujar Firdaus dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu 22 Agustus 2015.

Peta penurunan permukaan tanah DKI Jakarta selama 90 tahun berdasarkan pengukuran Kelompok Keilmuan Geodesi Institut Teknologi Bandung. (Liputan6.com/Rio Pangkerego)

Oleh karena itu, dia mendorong agar reklamasi Jakarta segera direalisasikan. Masyarakat perlu tahu tentang hal tersebut. Sebab, sangat disayangkan jika masyarakat DKI selalu salah paham mengenai reklamasi.

"Sangat disayangkan kekhawatiran yang berlebihan terhadap dampak reklamasi. Sebab, banyak solusi untuk mengatasi dampak negatif di Jakarta jika reklamasi dilakukan. Selain itu penambahan lahan sangat penting, karena ada tidaknya reklamasi, penduduk DKI selalu mengalami pertumbuhan," terang Firdaus.

3 dari 3 halaman

3. Tarik Ulur Reklamasi

Kabar reklamasi kembali mencuat ketika KPK menangkap Ketua Komisi D DPRD DKI M Sanusi. Adik Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik itu tertangkap tangan menerima Rp 1,4 miliar dari PT Agung Podomoro Land.

Uang tersebut diduga suap untuk pengurusan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta‎.

Pihak swasta menginginkan agar DPRD 'merayu' Pemprov DKI menurunkan kewajiban bayar sebesar 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tiap proyek reklamasi.

Ahok curiga raperda tersebut seharusnya bisa diselesaikan di rapat paripurna, tapi selama tiga kali rapat tersebut selalu saja ditunda. Dia pun menerbitkan disposisi agar anak buahnya tidak berani macam-macam.

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari partai Gerindra M Sanusi (tengah) usai di periksa di KPK, Jakarta, Sabtu, (2/4). M Sanusi ditahan di Polres Jakarta Selatan dalam kasus suap dengan seorang dari pihak swasta . (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Senin 4 April 2016, Teman Ahok mengunggah foto disposisi tersebut ke akun Facebook-nya.

Disposisi itu dituliskan Ahok pada selembar kertas yang berisi "Masukan dalam Rangka Penyelarasan Pasal-pasal Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta."

Menggunakan tinta biru, Ahok memberi tanda silang di lajur pertama pada kolom kedua. Lajur pertama kolom kedua itu berisi penjelasan tentang Pasal 110 Ayat 5 huruf c Raperda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Pada keterangan inilah, tertulis soal kontribusi yang diberikan pengembang hanya 5 persen.

Proyek reklamasi pantai utara Jakarta ini juga tersandung kerikil tentang penerbitan izinnya. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyebut kewenangan penerbitan izin pelaksanaan reklamasi seharusnya berada di pemerintah pusat. 

Â