Sukses

KNTI Duga Ada Penyelundupan Hukum di Reklamasi Pantai Jakarta

Reklamasi 17 pulau di pesisir utara Jakarta ini pernah ditolak oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

Liputan6.com, Jakarta - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) sejak awal sudah mencurigai banyaknya kepentingan dalam proyek reklamasi di pantai utara Jakarta. Mereka juga mengendus aroma korupsi dalam proses panjangnya pembahasan reklamasi ini yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI dan DPRD DKI.

Terbukti, anggota DPRD DKI tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena telah menerima suap dari pengembang terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) reklamasi beberapa waktu lalu.

Ketua Dewan Pembina KNTI Chalid Muhammad menyebutkan, ada penyelundupan hukum dalam proses panjang reklamasi pantai utara Jakarta ini. Apalagi reklamasi 17 pulau di pesisir utara Jakarta ini pernah ditolak oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

"Ada putusan Kementerian Lingkungan Hidup yang mengatakan reklamasi tidak sesuai. Kemudian pengusaha menggugat, namun di pengadilan dimenangkan oleh Kementerian LH," ujar Chalid dalam sebuah diskusi bertajuk 'Reklamasi Penuh Duri' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/4/2016).

Amdal yang semula mencakup 17 pulau itu, kata Chalid, dianggap memiliki dampak buruk, baik dalam segi fisik maupun dampak sosial dan budaya. Kemudian tiba-tiba ada 'penyelundupan' hukum dengan cara memecah amdal menjadi pulau per pulau.

"Amdalnya dipecah pulau per pulau. Jika amdalnya 17 pulau, itu memang kewenangan pusat. Kalau dipecah per pulau menjadi kewenangan Pemda," tutur dia.

"Padahal lautan itu tidak ada batas administrasinya. Dia ini satu kesatuan ekosistem, dipecah pulau per pulau itu penyelundupan hukum," pungkas Chalid.

Untuk itu, Chalid berharap KPK bisa membongkar praktik curang yang dilakukan legislatif, pengusaha, dan juga eksekutif dalam proses pembahasan reklamasi tersebut, sehingga nantinya izin reklamasi pantai utara Jakarta bisa ditangguhkan karena tidak sesuai.