Liputan6.com, Jakarta - Narkoba sudah menjadi musuh bersama karena tak lagi mengenal siapa korbannya. Beragam bisnis narkoba pun nampak menggiurkan bagi siapa saja yang merasa 'kepepet' butuh uang. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, ada puluhan ribu orang yang ketergantungan pada narkoba, termasuk mereka yang menjadi bandar.
"Persoalannya, ada puluhan ribu orang yang ketergantungan narkoba dan bandar (narkoba), jadi menggiurkan masukan narkoba ke dalam lapas (lembaga pemasyarakatan) dan saat masuk ke dalam lapas tidak lebih rapi dalam memeriksanya," ungkap Menteri Yasonna saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin 11 April 2016.
Yasonna menegaskan, untuk inspeksi mendadak (sidak) di dalam lapas merupakan perintah Presiden atau ada permintaan khusus dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri.
Baca Juga
"Diharapkan memang melalui operasi seperti itu (sidak). Di beberapa rutan ditemukan karena pada waktu masuk mereka (narapidana) tidak tes urine. Sementara dari sistem tata laksana, penggeledahan pegawai dilakukan sebelum kita (Kemenkumham) membeli alat scanning, harganya mahal Rp 2 Miliar. Tetapi sebelum beli itu, dilakukan penggeledahan saja," terang dia.
Sementara itu, lanjut Yasonna, khusus untuk Lapas Gunung Sindur di Desa Cibinong, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memang diperlukan sistem pengamanan yang ekstra ketat.
"Untuk gembong narkoba khusus Lapas Sindur dengan sistem maksimum security. Jadi ditemukan jaringan masukan langsung ke Sindur justru lebih mudah, karena jumlah petugas merosot tapi jumlah napi bertambah," ujar Yasonna.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Junimart Girsang sempat mengatakan pendapatnya agar ada lembaga tersendiri yang mengurus soal lapas, seperti BNN yang khusus mengurus soal narkoba.
"Diusulkan ada badan tersendiri yang mengurusi lapas seperti BNN (urus narkoba)," ucap Junimart.