Sukses

Kemenpora: La Nyalla Pulanglah, Kenapa Harus di Luar Negeri?

Kemenpora menghormati putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Surabaya, yang mengabulkan sebagian permohonan praperadilan La Nyalla.

Liputan6.com, Jakarta - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Surabaya Ferdinandus mengabulkan sebagian permohonan praperadilan yang diajukan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur La Nyalla Matalitti.  

"Mengabulkan sebagian permohonan pemohon, menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka korupsi pembelian saham IPO Bank Jatim tidak sah dan cacat hukum, menyatakan penyidikan yang dilakukan termohon tidak sah," kata Ferdinandus saat membacakan amar putusan, Selasa 12 April 2016.

Terkait keputusan ini, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mengatakan menghormatinya. "Kami hormati proses dan putusan peradilan tersebut. Ini menunjukkan bahwa sejak semula memang Kemenpora tidak ada kepentingan apapun dalam masalah tersebut," kata Kepala Komunikasi Publik Kemenpora, Gatot S Dewa Broto di Jakarta.


"Pulanglah, kenapa harus di sana (luar negeri)," kata pria yang juga Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora itu, seperti dikutip dari Antara, Rabu (13/4/2016).

Surat audiensi PSSI kepada pihak Kemenpora dengan Nomor 93/54/III/2016 tanggal 22 Maret 2016 sudah ditanggapi oleh pemerintah, dan dalam surat balasannya tertanggal 31 Maret 2016 menegaskan, Menpora secara prinsip menyampaikan persetujuan untuk menerima audiensi Pengurus PSSI secepatnya.

Namun demikian dengan satu catatan, pengurus inti PSSI yang akan hadir harus lengkap, termasuk Ketua Umum PSSI.

Sementara itu, Direktur Hukum PSSI Aristo Pangaribuan meminta kasus La Nyalla tidak dikaitkan dengan PSSI karena permasalah yang ada murni terkait masalah Kadin Jawa Timur.

"Jangan kait-kaitkan dengan PSSI karena ini dua hal berbeda," katanya saat dikonfirmasi.

La Nyala Mattalitti yang juga Ketua Umum PSSI, mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur.

Video Terkini