Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kelar memeriksa Bos PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma atau Aguan. Dia diperiksa terkait kasus dugaan suap pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta‎.
Dia diperiksa penyidik sebagai saksi untuk tersangka Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.
Pantauan Liputan6.com, Rabu (13/4/2016), Aguan keluar dari Gedung KPK pukul 18.10 WIB. Hanya berselang sekitar 20 menit dari Sunny Tanuwidjaya yang keluar pada pukul 17.50 WIB. Staf khusus Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok itu juga baru kelar diperiksa penyidik sebagai saksi untuk tersangka Sanusi.
‎Aguan yang mengenakan kemeja batik ungu tersebut enggan berkomentar terkait pemeriksaan ini. Aguan yang dikawal ketat itu hanya menyunggingkan senyuman sembari berjalan menuju mobil Toyota Alphard putih B 88 IF yang sudah menunggunya di depan lobi Gedung KPK.
Nama Aguan dan Sunny telah masuk daftar yang dicegah berpergian ke luar negeri oleh KPK dalam kasus ini. Pencegahan itu diminta KPK kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham beberapa waktu lalu dan berlaku untuk 6 bulan ke depan.
Perusahaan yang dipimpin Aguan memang mendapat jatah untuk melaksanakan proyek reklamasi pulau di pesisir teluk Jakarta. Ada 5 pulau yang dikerjakan oleh PT Kapuk Naga Indah, anak usaha PT Agung Sedayu Group‎.
Sementara Sunny, selaku orang yang disebut-sebut dekat dengan Ahok ini, mengaku memiliki kedekatan dengan para pengusaha. Bahkan dia mengatakan sebagai penyambung antara Ahok dan para perusahaan pengembang. Termasuk dalam kasus ini, dia mengaku menjadi penyambung antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemprov DKI dengan paguyuban pengembang reklamasi.
KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Mereka adalah Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro.
Sanusi diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar‎ dari PT APL terkait dengan pembahasan Raperda RWZP3K dan Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta oleh DPRD DKI. Di mana kedua raperda itu sudah 3 kali ditunda pembahasannya di tingkat rapat paripurna.
Selaku penerima, Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
‎Sedangkan Ariesman dan Trinanda selaku pemberi dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.