Liputan6.com, Jakarta - Kelompok Abu Sayyaf di Filipina belum membebaskan 10 warga negara Indonesia yang disanderanya. Anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad menilai ‎kasus penyanderaan ini tidak boleh dianggap sepele.
Jika dibiarkan, hal tersebut menjadi preseden yang amat buruk bagi keamanan kawasan Asia Tenggara.
Menurut dia, Filipina belum mengizinkan Indonesia mengirimkan pasukan untuk membantu pelepasan sandera adalah sebuah masalah.
"Mereka (Filipina) beralasan, menurut konstitusi Filipina 1987, pangkalan militer, pasukan, dan fasilitas militer asing tak diperbolehkan berada di Filipina. Dalam konteks hukum internasional sebenarnya sikap pemerintah Filipina tersebut masih bisa dinegosiasikan," kata Dasco kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (14/4/2016).
Baca Juga
Politikus Partai Gerindra ini mengatakan, ada 3 hal yang bisa dijadikan alasan pelibatan Indonesia dalam pembebasan WNI sandera Abu Sayyaf.
"Alasan pertama adalah kawasan hutan Tipo Tipo, Basilan memang secara de facto dikuasai oleh kelompok Abu Sayyaf sehingga pengiriman pasukan asing dalam hal ini Indonesia dapat disamakan dengan pengiriman ke daerah yang tidak ada kekuasaan seperti halnya Somalia," ujar Dasco.
Alasan kedua, secara prinsip kehadiran pasukan Indonesia adalah justru untuk membantu Filipina menghadapi pemberontak separatis.
"Sehingga pasukan Indonesia hadir di Filipina bukanlah sebagai musuh tetapi justru sebagai sahabat. Alasan ketiga, secara teknis pasukan Indonesia akan berkoordinasi dengan militer Filipina dengan batasan waktu dan wilayah operasi yang sepesifik," ucap Dasco.
Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) berharap dalam waktu dekat ada perubahan sikap yang signifikan dari Pemerintah Filipina karena waktu terus berjalan dan ancaman keselamatan bagi sandera kian hari kian besar.
"Sebagai negara sahabat adalah wajar jika kedua negara saling membantu, Filipina membantu menyelamatkan sandera WNI dan Indonesia membantu menghadapi pemberontak Abu Sayyaf," Dasco menandaskan.