Liputan6.com, Jakarta - Lembaga survei Indonesia Survei Center (ISC) merilis hasil survei terbarunya tentang kandidat Ketua Umum Partai Golkar. Berdasarkan riset ISC, muncul empat kandidat kuat, yakni Airlangga Hartarto, Ade Komarudin, Aziz Syamsuddin, dan Idrus Marham.
"Dari 4 nama tersebut, elektabilitas Airlangga Hatarto yang paling bagus dan paling disukai oleh publik menjadi ketua umum baru Golkar (12,6%), disusul oleh Ade Komarudin (10,9%), Aziz Syamsuddin (10,1%), dan Idrus Marham (8,9%)," kata peneliti senior ISC Igor Dirgantara melalui siaran persnya di Jakarta, Jumat 15 April 2016.
Berdasarkan survei ISC ini, sosok Airlangga yang paling berpeluang menjadi ketum baru Golkar, dibanding kandidat lain.
Hal ini dapat terlihat dari visi misi Airlangga yang lebih sesuai dengan semangat zaman, yaitu desentralisasi wewenang kepada DPD 1 dan DPD 2, regenerasi Golkar, pemanfaatan media sosial, pembangunan kursus politik bagi kader Golkar, pembentukan saksi tetap untuk pemilu, dan lain-lain.
Menurut Igor yang juga dosen politik Universitas Jayabaya, Airlangga adalah kandidat yang konsisten menjalankan dan mensosialisasikan visi Indonesia Sejahtera 2045 dalam setiap kunjungannya ke daerah.
Bahkan, kata dia, Airlangga mengusulkan debat publik. Termasuk, mempersiapkan kader secara matang dalam mewujudkan visi tersebut melalui sekolah politik.
"Namun begitu, tentu saja hal ini berpulang lagi kepada DPD 1, DPD 2, dan organisasi sayap Partai Golkar yang mempunyai hak suara menentukan, untuk memilih pimpinan baru di tubuh Partai Golkar sesuai dengan AD/ART nya dalam Munas nanti," tutur Igor.
"Walaupun pemilihan Ketum Golkar adalah domainnya DPD, pilihan terhadap parpol tetap berada di ranah publik. Karena ada korelasi positif antara kandidat Ketum Golkar, dengan elektabilitas partai beringin tersebut," tambah dia.
Â
Baca Juga
Â
Advertisement
Menentukan Kemajuan Golkar
Sementara, peneliti senior ISC lainnya, Chairul Pane menjelaskan langkah internal Golkar yang akan melaksanakan musyawarah nasional (Munas) pada Mei mendatang untuk memilih pemimpin baru, menjadi sangat penting demi eksistensi dan kebesaran partai itu sendiri. Dengan kata lain, Golkar bisa saja lebih terpuruk lagi jika salah memilih ketua umum baru pada munas mendatang.
"Tentu saja, ketum baru Golkar harus figur yang bisa dijual ke masyarakat. Apalagi pada Pemilu 2019 mendatang, pemilu legislatif bersamaan dengan pemilihan presiden dan hanya dalam satu putaran. Artinya, figur calon presiden akan berpengaruh besar terhadap perolehan kursi parlemen nantinya," jelas Chairul, yang juga dosen Universitas Jayabaya itu.
Figur tersebut, kata dia, harus punya terobosan baru bagi kemenangan Golkar pada Pilkada 2017, 2018, dan Pemilu 2019. Demokrasi dan pemilihan langsung menuntut popularitas dan akseptabilitas publik terhadap ketua umumnya dan masih berpengaruh bagi perolehan suara partai ke depan. Sehingga, kesempatan ketua umum untuk mencalonkan diri menjadi presiden sangat terbuka.
"Bukan tidak mungkin, dengan ketum baru dan kepengurusan konsolidasi yang tepat, partai Golkar akan berjaya kembali di Pemilu 2019 --minimal tetap dalam posisi nomor dua-- dan bisa kembali juara pada Pemilu 2024," papar Chairul.
Survei ISC dilaksanakan pada 5 hingga 20 Maret 2016 di 34 provinsi. Jumlah sample dengan 1.230 responden, melalui teknik probability sampling dengan varian multistage random sampling atau rambang berjenjang, dengan margin of error 2,8 persen, dan tingkat kepercayaan 95 persen .
Adapun wawancara dilakukan melalui tatap muka langsung, dengan bantuan kuesioner (instrumen survei). Uji kualitas dilakukan melalui spot check dengan mengambil 20 persen dari total sampel.