Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengaku tidak setuju dengan cara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut kasus dugaan penyimpangan dalam pembelian lahan RS Sumber Waras.
Menurut Margarito, selain minimal 2 alat bukti. KPK saat ini juga menyangkutpautkan soal ada tidaknya niat jahat saat akan menetapkan seseorang sebagai tersangka.
"Niat jahat itu urusan Tuhan, bukan urusan KPK. KPK bukan Tuhan," kata Margarito dalam diskusi 'Pro Kontra Audit RS Sumber Waras' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (16/4/2016).
Margito menambahkan, jika seperti itu cara kerja KPK, itu malah memperlihatkan bahwa lembaga antirasuah itu pilih kasih dalam menangani kasus korupsi yang ada. "Kalau benar-benar terjadi ya KPK jadi keliatan bekerja berdasarkan rasa. Suka-suka," imbuh dia.
"Dalam kasus ini KPK yang minta sendiri kok. BPK sudah audit dan menghitung. Diserahkan dan terus KPK (malah) bilang masih diselidiki. Untuk apa? Kan sudah jelas," tukas Margito.
Â
Advertisement
Baca Juga
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz mengatakan, tugas BPK hanya sebatas mengaudit dan mengingatkan agar tersangka korupsi bisa mengembalikan uang negara.
"Yang menetapkan itu bukan kami. Kami merunut peristiwa-peristiwa yang ada dalam hasil audit investigasi itu. Apakah orang bersalah atau tidak itu urusan penegak hukum," kata Harry Azhar.
Harry pun menganalogikan, misalnya seorang bupati membawa uang Rp 1 miliar di dalam kereta api. Namun, bupati itu ketiduran dan kehilangan uangnya itu.
"Nah ranah kita itu menginvestigasi atau mengaudit peristiwa itu secara runut, sampai pada uang hilang. Dan nantinya penegak hukum yang memutuskan apakah hilangnya disengaja atau tidak. Apakah dia bersalah atau tidak. Seperti itu," pungkas Harry Azhar.