Sukses

KPK Periksa Nono Sampono Terkait Kasus Suap Raperda

KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Wakil Ketua Badan Legislasi DPRD DKI Merry Hotma.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa Presiden Direktur PT Kapuk Naga Indah, Nono Sampono. Dia diperiksa untuk tersangka Mohamad Sanusi, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta.

Ini merupakan pertama kalinya Nono dijadwalkan diperiksa KPK‎ dalam kasus dugaan suap pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta‎.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MSN (Mohamad Sanusi)," ucap Pelaksana Harian KPK Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Jakarta, Senin (18/4/2016).

PT Kapuk Naga Indah merupakan anak usaha PT Agung Sedayu Group. Perusahaan tersebut mendapat hak untuk reklamasi 5 pulau dari Pemprov DKI di pesisir utara Jakarta. Nono juga merupakan anggota DPD periode 2014-2019. Belum diketahui apa yang akan dikorek penyidik dari mantan calon Wakil Gubernur pada Pilkada DKI 2012 itu.

Selain Nono, penyidik KPK juga akan memeriksa Wakil Ketua Badan Legislasi DPRD DKI Merry Hotma, ajudan Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik Riki Sudani, dan Kasubag Rancangan Perda DPRD DKI Damera Hutagalung.

"Mereka juga bakal diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MSN," ucap Yuyuk.

KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Mereka adalah Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro.

Sanusi diduga menerima suap Rp 2 miliar‎ dari PT APL terkait pembahasan Raperda RWZP3K dan Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta oleh DPRD DKI. Di mana kedua raperda itu sudah 3 kali ditunda pembahasannya di tingkat rapat paripurna.

Selaku penerima, Sanusi dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

‎Sedangkan Ariesman dan Trinanda selaku pemberi suap dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.