Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi kelar diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tersangka kasus dugaan suap pembahasan dua raperda terkait reklamasi Jakarta itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Ariesman Widjaja, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL).
Kelar diperiksa, Sanusi irit bicara‎. Dia mengaku akan terus kooperatif dengan KPK dalam kasus ini. Bahkan dia mengaku akan siap buka-bukaan pada kasus tersebut.
"Saya akan terus kooperatif dan akan terus terbuka," ucap Sanusi di Gedung KPK, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Dia mengaku sudah mengundurkan diri dari Partai Gerindra. Begitu pula dari keanggotaannya di DPRD DKI.
"Saya mohon maaf buat teman-teman saya yang lain kalau masih ada kesimpangsiuran masalah. Tapi nanti kita lihat persoalan sebenarnya, masalah semuanya sudah di BAP," ucap Sanusi.
Advertisement
Baca Juga
Saat disinggung apakah akan mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum, Sanusi mengatakan tidak. "Tidak, tidak," ucap Sanusi.
Namun, pernyataan itu bertolak belakang dengan pernyataan pengacara Sanusi, Khrisna Murthi. Menurut dia, tak menutup kemungkinan kliennya menjadi JC. Meski‎ sampai saat ini belum ada pembahasan sampai ke sana.
"Kita lihat nanti. Dalam pembahasan tim kita sih, sejauh ini belum bahas sampai ke sana. Tapi kita akan lihat perkembangannya," kata Khrisna.
Untuk informasi, KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta serta Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Mereka adalah Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro.
Sanusi diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar‎ dari PT APL terkait dengan pembahasan Raperda RWZP3K dan Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta oleh DPRD DKI. Di mana kedua raperda itu sudah 3 kali ditunda pembahasannya di tingkat rapat paripurna.
Adapun selaku penerima, Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
‎Sedangkan Ariesman dan Trinanda selaku pemberi dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.