Sukses

Kisah Nani Dibui karena Menyanyi di Acara PKI

Nani mengaku tidak menuntut permintaan maaf. Namun dia meminta ada keadilan.

Liputan6.com, Jakarta - Tak ada yang mengira, menghibur dalam suatu acara, ternyata tak selalu berbuah manis. Ini dirasakan Nani Nurani yang diminta mengisi acara ulang tahun Partai Komunis Indonesia (PKI) di Cianjur, Jawa Barat.

Dia pun sempat mendendangkan lagu Sunda klasik di acara tersebut. Wanita yang mengaku pernah bernyanyi di Istana Cipanas bagi Presiden Soekarno itu pun hanya mengatakan baru berhubungan dengan partai tersebut di kala itu.

"Saya saja mendengar cerita gerakan 30 September itu hanya mendengar dari sebuah radio," kata Nani dalam acara simposium nasional dengan tema "Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan di Jakarta Pusat, Senin 18 April 2016.


Ketika dia bertolak ke Jakarta sekitar awal tahun 1966, di sanalah dia ditangkap beberapa anggota tentara, dan dipandang sebagai salah satu antek dari PKI.

"Saya dituduh bagian dari biro khusus yang ditempatkan oleh PKI. Tuduhan itu membuat saya depresi dan dijadikan pasien sakit jiwa," tutur dia.

Dua tahun lamanya, Nani pun kembali ke rumah orang tuanya di Cianjur. Namun, baru sampai di rumah, dia kembali ditangkap oleh lima orang dengan senjata lengkap.

"Untung saya mendapatkan surat pembelaan dari tentara, sehingga saya tidak mendapatkan perlakuan buruk," ungkap Nani.

Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan membuka acara Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, Jakarta, Senin (18/4). Simposium bertujuan merekonsuliasi kasus pelanggaran HAM dimasa lalu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Meski demikian, perlakuan tersebut tidak sampai di sana. Pada Januari 1969, dia kembali ditangkap dan dipenjara.

"Katanya mau dihukum 6 tahun penjara. Tapi lantaran sering sakit, saya jadi tahanan rumah. Kemudian April bebas dengan catatan tidak boleh menuntut," tutur dia.

Hal inilah yang membuat dirinya trauma dan tak berani menikah. "Saya enggak nuntut buat minta maaf. Saya minta keadilan. Saya enggak nikah karena takut dicap PKI oleh suami saya," tutur Nani.
 
Simposium ini dihadiri 200 orang. Beberapa di antaranya merupakan anggota Kelompok Korban 1965 dan sebelum peristiwa 1965. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan memastikan simposium tragedi 1965 bukan untuk menghidupkan kembali paham Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Banyak reaksi yang menyebut acara simposium ini dipengaruhi oleh PKI. Tapi saya katakan sekali lagi, ini sangat jernih melihat ini. Kita ini bangsa besar, kita harus jernih melihat masa lalu kita," ujar Luhut di Hotel Aryaduta.

Luhut mengatakan, simposium ini perlu dilakukan agar pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Indonesia segera dituntaskan.