Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengapresiasi penangkapan buron kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono setelah 13 tahun melarikan diri. Samadikun ditangkap saat akan menonton balapan Formula 1 di Shanghai, China.
"Saya apresiasi sekalipun setelah 13 tahun. Enggak apa-apa lebih baik telat daripada Indonesia jadi tidak berdaya menghadapi buron koruptor kelas kakap. Menurut saya apa yang dikomitmenkan oleh Pak Jokowi dan JK kemudian juga BIN untuk terus mengejar para buronan adalah sesuatu yang sangat saya dukung," ujar Hidayat di di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Ia berharap, dengan tertangkapnya Samadikun bisa membuka kasus-kasus lain agar bisa diselesaikan termasuk buron lain di luar negeri.
"Ketika dipulangkan di Indonesia saya harap hukumannya bisa lebih keras daripada yang sebelumnya, itu untuk memberikan efek jera," ucap Hidayat.
Baca Juga
Tak hanya itu, lanjut dia, hukuman-hukuman yang diberikan nantinya kepada para buron itu untuk menegaskan kalau Indonesia ada dan tidak mudah dikerjain oleh orang.
"Saya harap ini prestasi awal yang patut ditindaklanjuti kerja sama antara Indonesia dan seluruh jajarannya serta pemerintahan tempat para buron itu lari atau mungkin juga di negara lain," papar dia.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini memaparkan selain buron mendapatkan hukuman yang setimpal, mereka juga harus mengembalikan uang negara yang dikorupsi atau dibawa lari.
"Kalau (uang hasil korupsinya) ditaruh di bank, bunganya juga diperhitungkan. Lalu pemiskinan dia juga, seluruh aset disita untuk kepentingan negara supaya orang tidak berpikir untuk melakukan kesalahan sejenis," tutur Hidayat.
Ia menegaskan, korupsi adalah kasus berat dan membahayakan ekonomi Indonesia termasuk kasus ini BLBI. Gara-gara BLBI, cicilan utang Indonesia sangat memberatkan APBN.
"Untuk mereka yang diajukan tuntutan hukuman mati, saya kira layak. Apapun nanti keputusan akhirnya, tapi tuntutan maksimal perlu dilakukan," pungkas Hidayat.
Samadikun Hartono divonis 4 tahun penjara karena penyalahgunaan dana BLBI sebesar Rp 169,4 miliar. Dia kabur sesaat setelah Mahkamah Agung (MA) memperkuat vonis itu. Dia ditetapkan sebagai buron Kejaksaan Agung sejak 28 Mei 2003.
Buron BLBI itu sempat melarikan diri ke sejumlah negara, di antaranya Singapura. Dia juga disebut-sebut memiliki pabrik film di China dan Vietnam.