Sukses

BNPT: Kelompok Teroris Santoso di Poso Jaringan Internasional

BNPT menilai ada penyokong dana dan fasilitator yang mendatangkan mereka untuk membaitkan diri kepada ISIS.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Tito Karnavian menegaskan, jaringan teroris di Indonesia erat kaitan dengan jaringan teroris di Timur Tengah. Bahkan kini jaringan itu mampu menyelundupkan warga asing ke Indonesia. Dibuktikan dengan diamankannya warga suku Uighur dan warga Xinjiang China di Poso.

"Masalah penangkapan penahanan (terduga teroris diperpanjang) itu kan ideal yang diusulkan dari tim lapangan karena melihat kompleksitas jaringan ini. Ini jaringan internasional loh. Ini bukan sekadar masalah lokal, ini masalah global karena melibatkan jaringan internasional," ucap Tito di Jakarta, Selasa (19/4/2016).

 

Berdasarkan penyelidikan aparat, 2 warga kulit kuning itu masuk Poso melalui jalur ilegal Thailand, Malaysia dan Batam. Ia menilai ada penyokong dana dan fasilitator yang mendatangkan mereka untuk membaiatkan diri sebagai bagian dari kelompok militan Islamiq State of Iraq and Syria (ISIS).

"Kita lihat di Poso saja itu ada orang Uighur, itu berarti dia tak ujuk-ujuk datang kan. Pasti ada jaringan bawah tanah yang mengorganisir mereka, yang melibatkan dia datang dari Xin Jiang, turun ke Thailand nembus ke Malaysia, masuk lewat Batam melalui jalur tidak resmi. Itu kan pasti ada yang menghubungkan," jelas Tito.

"Artinya sudah terbentuk jaringan-jaringan internasional, apalagi mereka berkumpul di Suriah ya. Dari semua negara, itu terbentuk jaringan-jaringan koneksi baru," sambung Tito.

Tito menyatakan ada dua fenomena kepentingan yang diperhatikan dalam menindak terorisme. Pertama kebebasan sipil (civil liberty) dan keamanan nasional (national security). Tentang kebebasan sipil, dia mengaitkannya dengan usul perpanjangan masa tahanan terduga teroris. Jika terduga teroris diberi ruang gerak sama saja dengan melonggarkan pengamanan negara.

"Menambah masa penangkapan penahanan, why not? Kita kan kepentingannya untuk masyarakat," kata mantan Kapolda Metro Jaya ini.

"Kalau nasional security kita dianggap lebih penting karena ancaman yang tinggi, maka mau tak mau akan mengorbankan civil liberty sedikit. Nah sekarang kita lihat ada kasus Thamrin, serangan di Lahore, Istanbul, kemudian ada orang Uighur di Poso. Silakan dinilai," terang Tito.