Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Agung Sedayu Group, Richard Halim Kusuma memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anak Bos PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pembahasan raperda terkait reklamasi pulau.
Richard tiba di KPK sekitar pukul 09.25 WIB.‎ Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Mohamad Sanusi, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta.
"Iya, dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MSN (Mohamad Sanusi)," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, saat dikonfirmasi, Rabu (20/4/2016).
Saat tiba Richard dijaga ketat oleh sejumlah pengawal pribadi. Bahkan, para pengawal pribadi itu sudah bersiap sebelum Richard menginjakkan kaki di KPK.‎ Mereka kemudian membuat pagar betis untuk memudahkan petinggi perusahaan properti itu berjalan masuk ke lobi KPK.
Adapun pemeriksaan terhadap Richard ini merupakan jadwal ulang ‎yang dilakukan KPK. Sedianya, KPK memeriksa Richard pada Kamis 14 April 2016. Namun, pemeriksaan tersebut dibatalkan penyidik KPK.
Baca Juga
Richard menjadi orang ketiga yang diperiksa penyidik KPK dari pihak PT Agung Sedayu Group. Sebelumnya sudah ada Sugianto Kusuma alias Aguan yang merupakan pemilik PT Agung Sedayu Group serta Nono Sampono, Direktur PT Kapuk Naga Indah, anak usaha PT Agung Sedayu Group.
KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Mereka adalah Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro.
Advertisement
Sanusi diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar‎ dari PT APL terkait dengan pembahasan Raperda RWZP3K dan Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta oleh DPRD DKI. Di mana kedua raperda itu sudah 3 kali ditunda pembahasannya di tingkat rapat paripurna.
Adapun selaku penerima, Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
‎Sedangkan Ariesman dan Trinanda selaku pemberi dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.