Sukses

Geledah Ruang Kerja Sekretaris MA, Penyidik KPK Sita Uang Tunai

Mengenai temuan uang, Agus mengatakan ‎memang disita dari lokasi yang digeledah. Termasuk ruang kerja dan di kediaman Nurhadi.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah sejumlah tempat hasil pengembangan operasi tangkap tangan yang dilakukan Tim Satgas KPK pada Rabu kemarin. Dari OTT itu, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka dengan sangkaan suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ada empat tempat yang digeledah penyidik KPK. Yakni Kantor Paramount Enterprise lnternational di kawasan Gading Serpong Boulevard, Tangerang, Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Ruang Kerja Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan di kediaman Nurhadi.

Dari empat tempat itu, kata Ketua KPK Agus Raharjo, KPK juga turut mengambil sejumlah barang dan menyitanya.‎ "Menyita dokumen," kata Agus di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/4/2016).

Mengenai temuan uang, Agus mengatakan ‎memang disita dari lokasi yang digeledah. Termasuk ruang kerja Nurhadi selaku Sekretaris MA dan di kediamannya. Namun, Agus menyebut hingga saat ini jumlah uang itu masih dihitung.

"Dan uang yang belum dihitung. (Sitaan) itu akan dikonfirmasi ke sejumlah pihak," kata Agus.

Sayangnya, Agus enggan merinci keterkaitan penggeledahan di ruang kerja dan kediaman Nurhadi dengan kasus dugaan suap hasil OTT ini. Termasuk perkara PK apa yang membuat ujung-ujungnya Edy menerima dugaan suap dari Doddy ini, Agus masih tutup mulut.

 

‎Sebagai informasi, KPK menetapkan 2 orang sebagai tersangka hasil operasi tangkap tangan yang dilakukan Rabu 20 April 2016 kemarin. Keduanya, yakni Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.

Dari operasi itu, KPK menemukan uang Rp 50 juta dalam bentuk pecahan Rp 100 ribu. Uang yang ditengarai bukan pemberian pertama itu‎ diduga kuat merupakan 'pelicin' terkait pendaftaran atau pengajuan PK di PN Jakarta Pusat.

KPK kemudian menjerat Doddy selaku pemberi dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara Edy sebagai penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1‎ KUHP.