Liputan6.com, Jakarta - Bendahara Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Bambang Soesatyo mempertanyakan keputusan adanya sumbangan wajib atau mahar yang dikeluarkan calon ketua umum (caketum) Golkar sebesar Rp 5-10 miliar. Ia menilai mahar itu dapat berujung dengan gratifikasi.
"Kami memahami kebutuhan biaya panitia, tapi bagaimana dengan caketum yang ekonominya pas-pasan tapi memiliki kualitas dan kemampuan luar biasa? Karena Rp 5 sampai 10 miliar, dia jadi tidak bisa mencalonkan," ungkap pria yang karib disapa Bamsoet ini di Jakarta, Jumat (22/4/2016).
Tak hanya itu, lanjut Bamsoet, bagaimana bila seorang caketum Golkar dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya tidak memilik aset atau uang sampai Rp 10 miliar.
"Semua (caketum) kan hampir pejabat negara, semua anggota DPR, 1 orang gubernur, 1 swasta, nah pertanyaannya uang dari mana? Saya yakin para calon punya uang tapi ketika ditanya uangnya dari mana, ini yang bikin bingung," jelas dia.
Kalau uang para caketum berasal dari sponsor, imbuh Bamsoet, itu berarti gratifikasi. "Ini bakal jadi jebakan Batman bagi calon-calon yang dalam LHKPN-nya pas-pasan. Dia harus merekayasa apa sumbangan Rp 5 sampai 10 miliar. Itu harus dibuktikan uang itu dari rekening yang bersangkutan," tutur Bamsoet.
Baca Juga
"Kalau tidak dari rekening yang bersangkutan patut diduga itu sponsor maupun gratifikasi. Ini kemungkinan besar bakal jadi perdebatan dan diskusi besar di pleno DPP nanti," tambah dia.
Bamsoet menuturkan, ketika panitia musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) sudah dibentuk, maka seluruh tanggung jawab penyelenggraan ada di pundak panitia. Dan kalaupun dimintakan sumbangan, itu sewajarnya atau sebisanya saja, jangan ada ketentuan mengikat.
"Kami dulu di Hipmi maupun Kadin ada sumbangan tapi tidak besar, hanya Rp 1 sampai 2 miliar per calon, itu wajar, masih okelah," tandas Bamsoet.