Sukses

Ketua Pansus Reklamasi Beberkan Pertemuan dengan Bos Agung Sedayu

KPK memeriksa anggota DPRD DKI Jakarta Selamat Nurudin sebagai saksi kasus dugaan suap pembahasan Raperda Reklamasi.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa anggota DPRD DKI Jakarta Selamat Nurudin. Politikus PKS itu diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Selamat yang juga Ketua Panitia Khusus ‎Reklamasi DPRD DKI mengakui soal adanya pertemuan sejumlah anggota DPRD DKI dengan bos PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan. Karena itu, di pemeriksaan ini dia akan membeberkannya ke penyidik KPK.

"Pertemuan itu ada. Ini mau menjelaskan itu (ke penyidik KPK)," kata Selamat di Gedung KPK, Jakarta, Senin (25/4/2016).

Dalam panggilan ini, Selamat diperiksa sebagai saksi‎ untuk tersangka Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi.

"Iya, dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MSN (M Sanusi)," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi.

Pertemuan antara Aguan dan anggota DPRD DKI terjadi beberapa waktu lalu di kediaman Aguan di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Pertemuan tersebut diduga membahas pembahasan raperda tentang reklamasi pesisir utara Jakarta yang tengah diolah DPRD DKI.

 


KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Mereka adalah Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro.

Sanusi diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar‎ dari PT APL terkait dengan pembahasan Raperda RWZP3K dan Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta oleh DPRD DKI. Kedua raperda itu sudah 3 kali ditunda pembahasannya di tingkat rapat paripurna.

Selaku penerima, Sanusi dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

‎Sedangkan Ariesman dan Trinanda selaku pemberi dikenakan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.