Sukses

RUU Tax Amnesty Bakal Layu Sebelum Berkembang?

Komisi XI DPR merasa sedang berada dalam situasi teror psikologis yang luar biasa dalam membahas RUU Tax Amnesty.

Liputan6.com, Jakarta Komisi XI DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) guna mendapatkan masukan terhadap Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 25 April 2016.

Komisi XI memastikan pembahasan RUU ini dengan pertimbangan demi kepentingan negara. Meski beredar isu seolah-olah ada dana ratusan miliar yang beredar, yang mempengaruhi kebijakan pengambilan keputusan undang-undang tersebut di DPR.

"Kita membahas UU ini untuk kepentingan negara. Kita juga menekankan undang-undang ini dilaksanakan demi kepentingan ekonomi nasional kita. Tidak saja demi kepentingan pemerintah saat ini, tetapi juga untuk pemerintahan selanjutnya," ucap anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate seperti dikutip dari dpr.go.id.

Terkait RUU Tax Amnesty tersebut, menurut dia, ada suatu operasi yang membingungkan dan mengejutkan. Tampaknya seperti ada 2 kubu yang sedang bertarung di lapangan, yakni yang pro dan kontra.

"Seolah-olah Komisi XI DPR sedang berada dalam situasi teror psikologis yang luar biasa. Saya ingin mengingatkan ini secara sungguh-sungguh, kami membahas undang-undang ini sepenuhnya hanya demi perekonomian bangsa dan negara. Kami menolak semua usaha-usaha taktis di luar diskusi formal dan argumentasi perdebatan dalam ruang rapat ini," ujar Johnny.

Komisi XI DPR khawatir undang-undang ini akan 'layu sebelum berkembang'. Kalaupun nanti undang-undang tersebut disetujui, dikhawatirkan akan menjadi undang-undang yang lemah gemulai atau undang-undang yang impoten.

"Jangan berharap ada dana yang bisa masuk kalau dia lemah, karena ukuran dari undang-undang ini bukan saja nanti untuk disahkan di paripurna bersama pemerintah, tetapi minimum tujuan dapat kita capai," ucap Johnny.

Tujuan yang dimaksud dia adalah opportunity tax revenue tahun 2016, dan kesiapan semua instrumen domestik, termasuk sistem perpajakan.

"Dan di tahun berikutnya bisa peroleh intensifikasi dari perpajakan, melalui manfaat dari hal-hal yang telah dibahas, yaitu terjadinya repatriasi, meningkatnya likuiditas domestik yang bisa mendorong pertumbuhan perekonomian dalam negeri, baik melalui pembiayaan-pembiayaan proyek atau surat utang negara untuk proyek pemerintah," tutur dia.

Menurut dia, ada beberapa hal yang ingin didiskusikan Komisi XI dengan pihak Bank Indonesia, Otoritas Jasa keuangan, dan BKPM, yakni khususnya dalam rangka kaitannya dalam menjaga stabilitas makro ekonomi, dan kekuatan stabilitas mikro ekonomi.

"Kalau ini tidak bisa kita jaga dengan baik, mungkin dengan masuknya repatriasi, ini akan memberikan dampak-dampak negatif, di antaranya bagaimana dana-dana itu bisa diarahkan untuk masuk menjadi aset-aset yang produktif," ujar Johnny.

(*)