Sukses

Revisi UU Pilkada Ditunda, Ini 3 Isu Menarik Pembahasannya

Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy mengatakan, ada beberapa isu menarik dalam revisi UU Pilkada.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy mengatakan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), kemungkinan akan dilanjutkan pada masa sidang selanjutnya.

Satu di antara alasan ditundanya pembahasan ini, karena revisi tak bisa dipaksakan selesai pada akhir pekan ini, untuk segera disahkan.

"Kami mendapatkan masukan dari pemerintah tidak dipaksa selesai 30 April, pembahasan bisa diperpanjang sampai akhir Mei," kata Lukman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/4/2016).

Lukman menuturkan, saat ini pembahasan revisi UU Pilkada antara Komisi II DPR dengan pemerintah sedang berlangsung dan ada beberapa poin yang harus dikonsultasikan langsung dengan presiden.

"Kalau sampai satu hingga dua hari ini, seluruh pasal (belum selesai dibahas), bisa ditunda sampai 29 Mei, karena minggu ini masuk akhir masa sidang. Mendagri juga minta konsultasi 4 hari," kata dia.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan, ada beberapa isu menarik dalam revisi UU Pilkada. Pertama, masalah calon independen.


"Soal calon independen, pemerintah dan Komisi II sudah mencapai kemungkinan sepakat. Kedua, ketentuan mundur atau tidak mundur. Kita menawarkan norma baru dalam undang-undang, setiap warga negara punya hak yang sama dalam hal mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah," papar Lukman.

Artinya, lanjut dia, semua orang boleh maju Pilkada tidak ada larangan. Namun, ada tiga UU sektoral yang memberikan larangan yaitu UU TNI, UU Polri, dan UU Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Ada wacana dari pemerintah, bagaimana jika UU ASN ini dicabut, tapi kesimpulan akhir Mendagri tidak mau. Menurut MK, UU Pilkada diskriminatif, anggota DPR dan DPRD harus mundur, sementara incumbent tidak harus mundur. Maka sebaiknya, UU ini tidak diskriminatif kepada siapa pun," kata Lukman.

Ketiga, menurut Lukman, adalah terkait money politic atau politik uang. Komisi II DPR dan pemerintah pun sudah memiliki kesepakatan baru.

"Pemerintah dan Komisi II sepakat sudah ada mainstream baru, yaitu anti money politic," tandas Lukman.