Sukses

Siswa SD di Bogor Nyaris Batal Belajar Karena Sekolah Disegel

Gara-garanya adalah ada pihak yang mengaku ahli waris dari tanah yang ditempati sekolah tersebut.

Liputan6.com, Bogor - Ratusan siswa SDN Cikeas 02, Desa Cadas Ngampar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor nyaris tak bisa sekolah. Sebab, pintu gerbang sekolah digembok oleh warga yang mengaku ahli waris lahan sekolah itu.

Tak hanya digembok, keluarga yang mengaku ahli waris almarhumah Imu juga memalangkan bambu di pintu pagar sekolah.

Dela, guru SDN Cikeas 02 membenarkan keluarga ahli waris menggembok dan memalangkan bambu di pintu pagar sekolah. Akibatnya seluruh siswa tak bisa masuk sekolah.

"Kami semua kebingungan, pintu pagar digembok dan dipalang bambu," kata Dela, Jumat (29/4/2016).

Ratusan murid sempat terlantar karena tidak bisa masuk ke dalam area gedung sekolah. "Kami semua mengumpulkan mereka di depan sekolah supaya jangan ada yang pulang," kata dia.

Adanya kejadian ini, pihak sekolah langsung melaporkannya ke petugas kepolisian dan pemerintah desa setempat.

Ratusan siswa SDN Cikeas 02, Desa Cadas Ngampar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor nyaris batal belajar karena ada pihak yang mengklaim sebagai ahli waris di tanah sekolah tersebut (Liputan6.com/Achmad Sudarno)
Kemudian petugas kepolisian dan kepala desa yang tiba di lokasi langsung melakukan negosiasi dengan pihak ahli waris. Setelah tiga jam dilakukan pertemuan, akhirnya pihak ahli waris membuka gembok pintu pagar tersebut. Sebanyak 425 siswa SDN Cikeas akhirnya bisa masuk sekolah.

Ruspita, guru SDN Cikeas 02 lainnya menyatakan jika ahli waris tidak memiliki bukti kepemilikan tanah seluas 1200 meter, yang kini berdiri bangunan sekolah itu.

"Sepengetahuan saya, Ibu Imu tidak memiliki keluarga. Suami dan anaknya juga enggak jelas," ujarnya.

Ia pun menyesalkan tindakan warga yang mengaku-ngaku sebagai keluarga ahli waris mengunci pagar sekolah tempat siswa mengikuti belajar mengajar. "Kami tegaskan lagi bahwa tanah sekolah ini merupakan aset pemerintah," jelas Ruspita.

Perbuatan itu, kata dia, meresahkan dan mengganggu para murid yang sedang menuntut ilmu. "Kami khawatir kejadian ini terulang lagi," pungkas Ruspita.