Sukses

Kelompok Abu Sayyaf Bebaskan WNI karena Diancam Serangan Militer

Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein mengatakan, selain ancaman serangan militer, pihaknya juga melakukan negosiasi dengan kelompok Abu Sayyaf.

Liputan6.com, Jakarta - Pembebasan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina, dipastikan tidak menggunakan uang tebusan. Pembebasan dilakukan dengan cara negosiasi.

"Pembebasan tersebut dilakukan tanpa uang tebusan, melainkan negosiasi atas kerja sama intelijen TNI dengan intelijen tentara Filipina," kata Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein sebagai negosiator dalam upaya pembebasan WNI seperti dikutip Antara, Senin (2/5/2016).

Menurut Kivlan, dia bernegosiasi dengan kelompok Abu Sayyaf sejak 27 Maret 2016. Sejak hari itu, kata Kivlan, pihaknya terus melakukan pendekatan atas nama perusahaan PT Patria Maritime Lines. Kivlan juga mendapat bantuan dari pihak lokal di Filipina.


Terutama, kata Kivlan, bantuan diberikan oleh Gubernur Sulu Abdusakur Tan II yang merupakan keponakan pimpinan Moro National Liberation Front (MNLF) Nur Misuari. Bantuan itu sangat berguna karena penculiknya Al Habsyi Misa, merupakan mantan supir dan pengawalnya saat menjadi Gubernur Otonomi Muslim di Mindanao atau ARMM pada 1996-2001.

"Maka, saya sebagai wakil perusahaan meminta bantuannya untuk membujuk sang penculik WNI, dan berhasil membujuknya," kata Kivlan.

Anggota Badan Intelijen Strategis (Bais) dan intel Filipina mendekati kepala desa, camat, wali kota, dan Gubernur Sulu untuk membujuk penculik. Mereka juga mengancam akan melakukan serangan militer dan pemboman kepada kelompok militan itu.  

Dengan negosiasi dan tekanan, maka kelompok Abu Sayyaf melepaskan sandera WNI.

Video Terkini