Liputan6.com, Jakarta - Warga Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat, tak tahu harus mengadu ke mana. Mereka merasa diintimidasi dengan kedatangan banyaknya orang tak dikenal di lingkungan mereka.
Sebab, orang-orang asing yang bergerombol itu memasang plang dan menempelkan stiker di depan rumah mereka.
Plang dan stiker itu bertuliskan "Tanah milik PT PN, sesuai Ketetapan PN No 10 Tahun 2016". Warga kaget dan takut, sebab saat menempelkan plang itu juga didampingi polisi dan petugas pemerintahan berseragam cokelat.
"Polisinya bawa (senjata) laras panjang, pakai perlengkapan kayak mau rusuh saja, ada orang dari pengadilan juga," ujar Herman, warga setempat kepada Liputan6.com, Selasa (3/5/2016).
Hal itu dibenarkan Johannes, tokoh yang dituakan warga setempat. Ia memperlihatkan surat perintah eksekusi tanah bertanggal 24 Maret 2016. Dalam surat perintah eksekusi itu, menyuruh warga mengosongkan rumahnya pada 31 Maret 2016.
Sayangnya, surat itu diterima warga satu hari jelang eksekusi. Warga kaget membaca surat yang mereka terima. Sebab, sengketa tanah selama 40 tahun lebih itu kembali bangkit dan menjadi teror bagi warga.
"Ngasihin surat eksekusi nya juga nggak lewat RT atau RW, cuma dilempar kayak koran. Kalau saya dapatnya dilemparin begitu aja di depan rumah," ungkap warga lainnya, Sri.
Baca Juga
Menang di Pengadilan
Kendati, warga setempat yang sudah puluhan tahun bersengketa dengan PT Portanigra, santai-santai saja. Mereka tak menggubris surat perintah eksekusi itu, sebab yakin sudah menang di pengadilan puluhan tahun lalu.
"Tapi, pas hari eksekusi itu, cuma ada 80-an polisi, petugas pengadilan, sama orang dari pemerintahan," terang Johannes.
Awal April warga kembali dibuat gelisah. Ratusan polisi dan TNI mendatangi lagi permukiman mereka. "Tapi enggak ada alat berat, cuma polisinya bawa senjata, pakai tentara segala," ucap Herman.
Kali ini, ratusan aparat ini menangkap belasan orang yang menempelkan plang dan patok-patok tanah. Warga membiarkan itu terjadi.
"Ya kami takut lah, polisinya banyak begitu. Abis itu (penempelan plang dan pengamanan dari aparat) kami rapat semua warga dan hasilnya kami bentuk Meruya Selatan Community," kata Herman.
Perlawanan warga Meruya Selatan terus berlanjut, mereka juga memiliki bahan-bahan yang diklaim sebagai dasar warga untuk mempertahankan tanah mereka. Bukti tersebut berupa putusan pengadilan, surat-surat dari kelurahan, kecamatan, gubernur, wali kota, dan Mahkamah Agung.