Sukses

KPK Periksa Ketua DPRD Maluku Terkait Kasus Suap Proyek Jalan

KPK memeriksa Ketua DPRD Maluku Edwin Ardian Huwae sebagai saksi atas tersangka Andi Taufan Tiro.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap proyek jalan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Maluku dan Maluku Utara. KPK memeriksa Ketua DPRD Maluku Edwin Ardian Huwae sebagai saksi atas tersangka Andi Taufan Tiro.

"Iya, dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ATT," ujar Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa (3/5/2016).

Selain Edwin, KPK juga akan memanggil seorang bernama Jony Laos dari pihak swasta. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka yang sama.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 3 anggota Komisi V DPR sebagai tersangka. Mereka adalah Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, dan Andi Taufan Tiro.

Damayanti diduga menerima SGD 308.000 dan Budi ditengarai menerima uang sekira SGD 305.000. Sedangkan jumlah dugaan suap terhadap Andi Taufan, KPK masih mendalaminya.

Bukan hanya itu, empat orang lainnya, juga ditetapkan menjadi tersangka. Mereka adalah Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir selaku pemberi, dua staf Damayanti di Komisi V yakni Dessy A Edwin serta Julia Prasetyarini sebagai perantara suap, serta Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustari‎.

Dari ketujuh orang itu, hanya Abdul Khoir yang berkas perkaranya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Saat ini, proses sidangnya sudah memasuki tahap pemeriksaan saksi.

2 dari 2 halaman

Akui Bertemu Penyuap

Pengadilan Negeri Tipikor menggelar sidang kasus dugaan suap dalam proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Maluku dan Maluku Utara pada Senin 2 Mei 2016. Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir dihadirkan sebagai terdakwa.

Selain itu, Anggota Komisi V DPR Musa Zainuddin juga dihadirkan sebagai saksi untuk Abdul Khoir. Dalam keterangannya, saksi mengaku pernah bertemu Abdul Khoir.

Musa mengaku pertemuan tersebut atas inisiasi Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustari.

"Kebetulan ketemu Pak Abdul ketika saya ketemu Pak Amran, beliau ada di sana. Lokasi persisnya saya lupa, tapi di sekitar Blok M," ujar politikus PKB itu di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 2 Mei 2016.

Musa mengaku kehadirannya dalam pertemuan itu hanya untuk menghormati undangan Amran selaku mitra kerja Komisi V DPR.

Meski mengaku bertemu, dia membantah membicarakan proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Tapi dia tidak membantah sempat membicarakan pembahasan proyek antara DPR dan Kementerian PUPR.

"Pernah dalam percakapan, tapi saya jelaskan, saya sebagai anggota DPR hanya punya usulan, disetujui apa tidak itu di Kementerian," ungkap Musa.

Hal ini pun membuat Hakim, Faisal Henry menyindir jawaban Musa yang mengatakan tidak ada pembicaraan soal Proyek di Maluku.

"Enggak ada, enggak ada, nanti kayak Andi Taufan Tiro, enggak ada enggak ada juga di sini. Tapi lama-lama besoknya jadi tersangka," kata Hakim Faisal.

Nama Musa muncul pada dakwaan terhadap terdakwa Abdul Khoir. Dia merupakan salah satu anggota Komisi V DPR yang diduga ikut menerima uang dari pengusaha.

Musa diduga menerima uang lebih dari Rp 15 miliar yang merupakan fee atau komisi atas nilai proyek yang diajukan melalui dana aspirasi anggota dewan.

Namun, uang tersebut ditengarai tidak hanya berasal dari Abdul Khoir, tapi juga dari So Kok Seng alias Aseng yang merupakan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, agar proyek yang menggunakan dana aspirasi yang diusulkan Musa di Maluku, akan dikerjakan oleh Aseng.