Liputan6.com, Jakarta - KPK memeriksa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait kasus dugaan suap Raperda Reklamasi pantai utara Jakarta. Selama 8 jam ia diperiksa sebagai saksi.
Usai diperiksa KPK, Ahok mengungkap terkait izin reklamasi tersebut. Dia menegaskan bahwa izin itu sudah ada sejak gubernur sebelum Jokowi.
"Sejak (zaman) Foke. Sejak Foke," ucap Ahok di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/5/2016).
Advertisement
Izin prinsip perizinan reklamasi itu diketahui telah dikeluarkan pada era Foke, yaitu pada September 2012. Melalui surat gubernur, Foke menerbitkan surat persetujuan prinsip reklamasi Pulau G, Pulau I, Pulau F, dan Pulau K.
Foke juga dinilai sebagai pihak yang mengeluarkan dasar hukum perizinan reklamasi, melalui Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi pantai utara Jakarta.
Â
Baca Juga
Ahok menegaskan, selama menjabat sebagai Gubernur DKI, hanya mengeluarkan izin reklamasi sebanyak tiga kali. "Ada tiga (izin)," kata dia.
Tiga izin reklamasi yang dikeluarkan Ahok yaitu pada Desember 2014. Saat itu mantan Bupati Belitung tersebut menerbitkan izin reklamasi untuk Pulau G. Kemudian pada Oktober 2015, dia mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi Pulau F dan Pulau I.
Ahok menegaskan, kebijakan itu dikeluarkan lantaran izin proyek reklamasi tersebut sudah diterbitkan melalui Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1995.
KPK terus mendalami kasus suap reklamasi yeng menjerat Ketua Komisi E DPRDÂ DKIÂ Mohamad Sanusi. Sejumlah orang pun diperiksa sebagai saksi. Mereka adalah Ketua DPRD Mohamad Taufik, Bos Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan, dan Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi.
Tak hanya itu, staf Ahok, Sunny Tanuwidjaja juga digali keterangannnya. Bahkan mahasiswa Universitas North Illinois Amerika Serikat itu telah dicekal KPK.
Kasus suap reklamasi mencuat setelah KPK menangkap tangan Mohamad Sanusi usai menerima uang pemberian dari Presdir PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta.
Sanusi diduga menerima suap secara bertahap yang jumlahnya mencapai Rp 2 miliar.
Aliran uang ke kantong Sanusi itu diduga terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Dalam kasus ini, Sanusi telah ditetapkan tersangka. Status yang sama juga disandang Bos Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro.