Liputan6.com, Jakarta - Pegawai Negeri Sipil (PNS) Administrasi Jakarta Barat tengah diliputi gelombang kasus korupsi, tapi sayangnya barang-barang korupsi itu tetap di pergunakan.
Kondisi demikian seolah tak selaras dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang menyatakan perang terhadap korupsi.
Ratusan bus Transjakarta yang diduga hasil korupsi mantan Kadishub DKI Jakarta Udar Pristono beberapa tahun lalu, hingga kini tidak digunakan, meski pun Transjakarta kekurangan angkutan transportasi.
Kasus Uninterruptible Power Supply (UPS) yang dilakukan mantan Kabid Dikmen Sudin Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman, hingga kini masih dipergunakan sejumlah guru yang ada di sekolah-sekolah, sebagai alat penunjang fasilitas listrik.
Begitu pun dengan dugaan korupsi Alat Fitnes yang berada di GOR Gelanggang Remaja Grogol Petamburan, Jakarta Barat yang saat ini tengah dalam penyidikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat.
Para PNS dari dua kecamatan, yakni Grogol Petamburan dan Tambora hingga anggota UPT Olahraga masih asik menggunakan alat ini, meski pun Pemprov DKI telah mengalami kerugian hingga Rp 3 miliar.
"Masih banyak digunakan oleh PNS di sini, masyarakat atau orang biasa tidak boleh ngeggunainnya," tutur Iyan, petugas keamanan GOR Gelanggang Remaja, Jakarta Barat, Selasa (10/5/2016).
Iyan tahu betul alat kesehatan yang jumlahnya hampir seratus ini merupakan alat bermasalah. Beberapa kali dia mengetahui, pihak Kejaksaan bolak-balik di lantai dua GOR, demi mengecek kondisi alat fitnes serta permasalahan di dalamnya.
"Tapi kita ngga tahu itu korupsi. Yang jelas kita pakai supaya ngga berkarat," kata Iyan.
Dari penuturan Iyan, hampir setiap harinya ada sekitar 20 PNS dari tiga instansi berolahraga di tempat itu, mulai dari siang hingga malam hari. Sayangnya, alat fitnes itu tidak diperkanankan digunakan, karena takut alat itu rusak.
Kajari Jakarta Barat Reda Mantovani mengatakan, dugaan itu muncul setelah pihaknya menelusuri anggaran APBD 2013 di Dinas Olahraga dan Pemuda Pemprov DKI Jakarta. Hasil penelusuran, pihaknya langsung menyelidiki anggaran alat fitnes yang nilainya mencapai Rp 3,8 miliar.
"Ini bukan soal nilainya, tapi mark up-nya cukup fantastis, bayangkan seharusnya barang itu hanya bernilai Rp 800 juta. Tapi ini di mark up sampai tiga kali lipat lebih," kata Reda ketika dikonfirmasi, Selasa.
Baca Juga
Hingga siang tadi, Reda mengatakan sudah ada lima saksi yang telah diperiksa pihaknya, yakni Mantan Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta 2012, Mantan Kabid Sarana dan Prasarana, Sekretaris Dinas, Kepala PPTK (mantan Kasi Sarana dan Prasarana di Unit Pelaksana Gelanggang 2013), dan Mantan Kasubag Tata Usaha Dinas Olahraga dan Pemuda DKI.
"Secepatnya kami akan laporkan begitu ada penetapan tersangka," ucap Reda.
Kasi Intel Kejari Jakarta Barat Teguh Ananto menegaskan, dugaan korupsi ini semakin menguat setelah pihaknya berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD). Hasil koordinasi ini, pihaknya tak menampik bahwa DKI telah mengalami kerugian cukup besar.
Advertisement
Rehab Sekolah
Selain menelusuri dugaan korupsi alat fitnes, Kejari Jakarta Barat juga tengah menyelidiki dugaan korupsi mark up rehab sekolah SMP 187, Smanan, Kalideres, Jakarta Barat.
Satu tersangka, yakni mantan Kasudin Pendidikan Jakarta Barat 2013 Deli Indriyanti, saat ini tengah berada di rumah tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
"Kasus ini merupakan limpahan dari Polres Metro Jakarta Barat, sedang dalam penyidikan dan tengah bersiap menjalani persidangan," ujar Kasi Pidsus Kajari Jakarta Barat Choirun Prapat.
Kuat dugaan, saat menjabat sebagai Kasudin, Deli, melakukan mark up spek bangunan yang telah membuat Sudin Pendidikan mengalami kerugian sekitar Rp 509 juta, setelah anggaran rehab Rp 1,3 miliar ini dimanipulasi dengan berbagai cara.
Sebelum memasukan Deli ke dalam tahanan, pihak Kejari juga telah menahan tiga orang yang diduga terlibat korupsi itu, yakni dua Rekanan Proyek, Rista Ester dan Ramses Sihombing, serta Ketua Panitia Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP), Nursyah Irmansyah.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 55 ayat 1.