Sukses

Jaksa Tuntut Eks Bendahara Demokrat Nazaruddin 7 Tahun Penjara

Nazaruddin dianggap telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan tuntutan untuk Muhammad Nazaruddin terkait kasus gratifikasi. Mantan Bendahara Partai Demokrat itu dituntut 7 tahun penjara.

"Meminta majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang," ujar Jaksa Kresno Anto Wibowo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (11/5/2016).

Menurut Jaksa, hal yang memberatkan Nazar ialah melakukan perbuatan korupsi yang bertentangan dengan negara. Di mana, korupsi dilakukan secara terstruktur dan sistematis serta politis untuk kepentingan pribadi dan kelompok.

"Yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya, membantu penegak hukum sebagai saksi pelaku, dan masih memiliki anak kecil," ujar Jaksa Kresno.

Atas perbuatannya, Nazar dituntut pidana dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Selain itu, Nazar dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dia juga dinilai melanggar, Pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan e UU No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Nazar didakwa menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di sektor pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar. Saat menerima gratifikasi, dia masih berstatus sebagai anggota DPR RI.

Bukan hanya itu, dia juga didakwa melakukan pencucian uang dengan membeli sejumlah saham di berbagai perusahaan yang uangnya diperoleh dari hasil korupsi.

Berdasarkan surat dakwaan, Nazar yang merupakan pemilik dan pengendali Anugerah Grup yang berubah nama menjadi Permai Grup, sumber penerimaan keuangan perusahaannya berasal dari fee dari pihak lain atas jasanya mengupayakan sejumlah proyek yang anggarannya dibiayai pemerintah.