Liputan6.com, Jakarta - Korupsi di Indonesia semakin merajalela. Padahal, pemerintah khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gencar mencegah dan memberantas korupsi.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, ada beberapa faktor yang membuat korupsi di Indonesia terasa malah semakin banyak hingga ke berbagai pejabat lintas tingkatan. Pertama, objek korupsi yang biasa dilakukan di Indonesia adalah anggaran, baik APBN maupun APBD. Kemudian, nilai anggaran setiap tahunnya pun semakin besar.
"Korupsi itu sebagian besar yang dikorupsi itu anggaran negara, di samping kebijakan. Kebijakan juga ada korupsi, tapi sebagian besar anggaran. Anggaran kita naik 100% setiap 5 tahun, pasti yang dikorupsi juga makin besar. Anggaran kabupaten bukan lagi puluhan, sudah triliunan, pasti," kata pria yang kerap disapa JK itu di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (12/5/2016).
Kemudian, semakin lama formula dan kategori korupsi semakin besar. Dulu kategori korupsi hanya yang merugikan negara dan memperkaya diri. Sekarang, keduanya juga berlaku, baik merugikan negara atau dapat diduga merugikan negara.
Baca Juga
"Belum terjadi pun sudah bisa dianggap korupsi, dulu tidak. Dulu hanya memperkaya sendiri. Karena undang-undang semakin melebar, memperkaya orang lain juga korupsi. Jadi makin melebar formula korupsi itu, jadi makin banyak yang kena," imbuh JK.
Selain itu, perluasan kewenangan juga memiliki andil cukup besar meningkatkan jumlah koruptor yang terjaring KPK. Sejak ada otonomi, daerah diberi kebebasan mengelola anggaran membangun wilayah mereka masing-masing. Berbeda dengan sebelum otonomi yang diserahkan kepada pemerintah pusat.
Kewenangan ini juga berakibat pada semakin banyaknya orang yang berpeluang menyalahgunakan kewenangan terutama di daerah. Sehingga dapat dilihat, pejabat daerah pun tak luput dari korupsi.
"Dulu DPR hanya cap, sekarang kewenangan DPR di dalam anggaran kadang-kadang lebih besar daripada kementerian. Ada juga yudikatif mempunyai peran yang luas ada juga hakim. Jadi semua sekarang merata di mana-mana akibat aturan yang baru," imbuh JK.
Dia juga menilai, peran media juga tidak bisa dihilangkan. Media saat ini sensitif, misalnya bila ada seseorang yang mendekati kantor perusahaan anak pejabat, kondisi ini dicurigai sebagai upaya korupsi. Padahal, dulu orang datang biasa saja.
"Jadi ini juga berubah semua situasi. Jadi pertanyaannya, sebenarnya belum tentu korupsi makin tinggi dewasa ini, cuma formulanya yang berubah. Sekiranya hukum ini diterapkan tahun 70-an, saya kira persentase makin banyak. Tapi itulah yang terjadi. Maka saya katakan negara ini negeri korupsi total, ya karena jalannya makin besar, otomatis makin banyak yang ditangkap kan, dulu kecil," pungkas JK.