Liputan6.com, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan meminta masyarakat untuk tidak terlalu reaktif menanggapi tersebarnya lambang-lambang Partai Komunis Indonesia (PKI). Apalagi, doktrin ideologi komunis sudah banyak ditinggalkan di tempat kelahirannya di Eropa Timur.
"Di tempat asalnya saja, lambang palu arit sudah jadi suvenir karena sudah langka. Sebagai doktrin, (komunis) sudah ditinggalkan," kata Zulkifli dalam dialog kebangsaan Empat Pilar di Universitas Airlangga, Surabaya, Kamis (12/5/2016).
Ia mengatakan anak-anak yang bergaya dengan lambang-lambang PKI, seperti palu arit, tidak serta-merta bersalah. Mereka, kata Zulkifli, bisa jadi tidak tahu jika Indonesia punya sejarah kelam dengan PKI. Situasi itu menjadi lampu merah bagi bangsa Indonesia.
Baca Juga
"Itu lampu merah buat kita. Berarti, wawasan kebangsaan dan rasa cinta Tanah Air mulai memudar," ujar dia.
Hasil riset Lemhannas terhadap generasi Y menunjukkan pesatnya informasi teknologi meningkatkan tekanan global terhadap generasi muda Indonesia. Jika bekal wawasan nusantara kurang, mereka akan menyerap segala informasi tanpa disaring. "Asal bahagia, cukup," kata Zulkifli.
Maka itu, pendidikan karakter harus diberikan sejak dini dan konsisten. Tanggung jawab itu berada di tangan semua elemen bangsa. Jika tanggung jawab tidak dilaksanakan oleh semua, pembangunan karakter bangsa pasti gagal.
"Di luar negeri bahkan ada wamil. Kalau tidak dibangun karakter kita, tidak aneh kalau anak-anak kita ledek-ledek lambang negara," ujar dia.
Meski begitu, Zulkifli mengingatkan kewaspadaan tetap harus dijaga untuk mencegah bangkitnya komunisme. Selain itu, ia meminta agar pemerintah daerah terkait menyisihkan sedikit anggaran untuk ikut menyosialisasikan empat konsensus berbangsa bernegara yang terdiri dari Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan, salah satu upaya membangkitkan wawasan kebangsaan pada anak-anak muda Surabaya adalah dengan menggelar Sekolah Kebangsaan.
Sekolah itu diadakan di luar sekolah biasa dengan mengajak anak-anak ke taman makam pahlawan dan situs-situs bersejarah. Sasaran utama sekolah kebangsaan adalah mereka yang bersekolah di sekolah internasional.
Advertisement
"Ternyata, mereka sangat suka," kata Risma.
Ia mengajak anak muda lainnya juga ikut serta bergerak memperbaiki bangsa. Menurut Risma, pemimpin tidak bisa berfungsi jika umatnya tidak ikut bekerja.
"Ini bangsa apa kalau mudah memaki tapi kita enggak pernah berbuat," ujar Risma.