Sukses

Barometer Pekan Ini: Ironi Kejahatan Seksual Anak

Di saat pemerintah berupaya memberantas kejahatan seksual anak di bawah umur, kasus ini justru terus bermunculan.

Liputan6.com, Jakarta - Kejahatan seksual yang menimpa perempuan muda dan di bawah umur, bak cendawan di musim hujan, terus bermunculan di berbagai daerah. Ironi, karena tak seharusnya hal ini terjadi.

Semua bermula dari kisah tragis YY di Bengkulu. Bukan kenakalan remaja biasa yang membuat 12 tersangka digiring polisi Polres Rejang Lebong, Bengkulu. Mereka, 12 dari 14 adalah tersangka kejahatan seksual dan pembunuh siswi SMP berinisial YY. 

Minuman keras telah menghilangkan akal sehat pelaku yang sebagian masih di bawah umur. Dasar jurang perkebunan karet kawasan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong jadi saksi bisu kebiadaban 14 pelaku terhadap korban.

Dua hari menghilang sejak 2 April 2016, YY ditemukan tewas dengan kondisi hampir tanpa busana, tangan dan kaki terikat tali sepatu.

Kasus tragis ini segera menguras emosi publik hingga meme atau gambar berkomentar anak perempuan menggenggam lilin bertuliskan saya bersama YY, #nyalauntukYY dan #YYadalahkita menyebar luas.

Para netizen ramai-ramai bersimpati dan berharap pelaku dihukum seberat-beratnya. Baru sebulan lebih setelah YY tewas mengenaskan. Kecaman akan kekejian para pelaku terus meluas.

Ratusan perempuan membunyikan peluit dan kentongan sebagai solidaritas mengenang YY. Kecaman memuncak berbarengan dengan proses hukum yang tengah bergulir.

Persidangan berlangsung di Pengadilan Negeri Curup, Bengkulu, berlangsung secara tertutup karena tujuh terdakwa masih di bawah umur.

Keluarga besar, sahabat, dan guru korban kecewa dengan tuntutan jaksa. Karena tak hanya memperkosa, para pelaku juga telah merenggut nyawa YY. Sepuluh tahun penjara dinilai tidak setimpal.

Kasus inipun menjadi perhatian kepala negara. Presiden Jokowi sependapat, pelaku harus dijatuhi hukuman yang setimpal.

Desakan pemerintah segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang memberikan hukuman lebih berat kepada para pelakunya menguat.

Pemerintah berketetapan, kejahatan seksual pada anak di bawah umur adalah kejahatan luar biasa. Peraturan pengganti Undang-Undang segera diterbitkan. Namun, langkah ini masih kalah cepat dengan kian maraknya tindak kejahatan seksual di sana-sini.

Sidang keadilan bagi YY memasuki pembacaan pleidoi ke-7 terdakwa. Keringanan hukuman diajukan. Merasakan duka tak terperih keluarga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise menyampaikan pesan Presiden Jokowi yang menginginkan 5 dari 12 pelaku perkosaan dan pembunuhan YY dihukum berat.

10 Mei 2016, Ketua Majelis Hakim Heny Farida akhirnya mengetuk palu keadilan bagi YY, hukuman sesuai tuntutan jaksa. Sehari setelah vonis, presiden menggelar rapat terbatas dan memutuskan memperberat hukuman bagi pelaku.

Pemberatan hukuman berupa penambahan masa penahanan pokok dari 15 menjadi 20 tahun. Opsi hukuman tambahan muncul berupa hukuman kebiri, pemasangan chip pemantau dan pengumuman identitas pelaku ke publik.

Pemerintah tengah berupaya memberantas, namun bagai cendawan di musim hujan, kejahatan seksual pada anak di bawah umur terus bermunculan.

Kasus kejahatan seksual disertai pembunuhan juga menimpa balita di Cibungbulan, Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat. Kemudian siswi SD dicabuli sepulang les di Bekasi, Jawa Barat.

Hingga remaja putri dicabuli empat remaja ingusan, di sebuah pemakaman di Pancoran Barat, Jakarta Selatan hanyalah puncak dari fenomena gunung es kejahatan seksual yang kini tengah meletus memuntahkan kasus demi kasus tragis.

Langkah terobosan berupa diundangkannya Perppu untuk mengatasi kekerasan seksual harus berlanjut dengan langkah konkret di lapangan. Apalagi pemerintah sepakat ini adalah kejahatan luar biasa.

Cukup hanya YY siswi SMP di Padang Ulak Tanding, Rejang Lebong, Bengkulu, yang menjadi martir ironi kejahatan seksual di bawah umur di negeri ini.

Saksikan Barometer Pekan Ini selengkapnya dalam tayangan Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (14/5/2016) berikut ini: