Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah dua kali menjadwalkan pemeriksaan terhadap pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Mahkamah Agung (MA) bernama Royani. Namun, dua kali pula Royani mangkir dari pemanggilan pemeriksaan KPK.
Dia sedianya diperiksa terkait kasus dugaan suap pengamanan perkara Peninjauan Kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.‎ Karenanya, KPK akan menjemput paksa Royani.
"Tentunya kalau keterangannya sangat diperlukan akan dihadirkan paksa," kata Alexander Marwata, wakil ketua dalam pesan singkatnya, Minggu (15/5/2016).
Baca Juga
KPK telah melayangkan dua panggilan pemeriksaan terhadap Royani. Pertama pada 29 April 2016 dan kedua pada 2 Mei 2016. Namun, Royani tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa keterangan atau alasan.
Royani disebut-sebut merupakan sopir sekaligus ajudan dari Sekretaris MA, Nurhadi. Diduga, Royani mengetahui keterkaitan Nurhadi dengan kasus yang telah menjerat Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Sebagai informasi, kasus pengamanan perkara PK ini terungkap dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK beberapa waktu lalu. Pada tangkap tangan itu, KPK menangkap Panitera PN Jakpus, Edy Nasution dan satu orang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.
Pada saat tangkap tangan, Edy diduga telah menerima uang sebesar Rp 50 juta dari Edy. Ditengarai uang itu bukan pemberian pertama. Sebab, diduga telah ada pemberian uang sebelumnya dari Doddy ke Edy sebesar Rp 100 juta.
KPKÂ kemudian menjerat Doddy selaku pemberi dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Edy sebagai penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1‎ KUHP.