Liputan6.com, Jakarta - Penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu akan dipercepat. Janji ini terlontar agar tudingan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) segera selesai.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan juga ingin negara lain tahu Indonesia transparan dalam mengusut kasus ini.
"Kita akan percepat. Kita ingin dunia internasional tahu, transparan, kita ingin pendekatan sejarah 1963 dan 1965, ada benang merah PKI juga melakukan pelanggaran HAM berat di Indonesia. Seperti pembunuhan jenderal pada 1965," kata Luhut dalam wawancara khusus dengan Liputan6.com dan Liputan 6 SCTV, Jakarta, Selasa 17 Mei 2016 malam.
Oleh karena itu, pemerintah akan menuntaskan kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu secara terbuka. Tentunya, pemerintah akan menggunakan dasar perundangan yang berlaku, antara lain UU Nomor 27 Tahun 1999 dan TAP MPRS Nomor 66 Tahun 2003.
"Koridor main kita ini. Jadi ada profesor, ahli di sini, kita undang ini, surat edaran, ini mengacu undang-undang tadi," imbuh Luhut.
Baca Juga
Simbol Komunis
Luhut menjelaskan, munculnya penertiban simbol-simbol komunis atau logo Partai Komunis Indonesia (PKI) belakangan ini, merupakan bagian penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Ini kan konteksnya dalam rangka penuntasan pelanggaran HAM, ingin nuntasin itu. Salah satu pelanggaran HAM G 30S PKI, ada juga pelanggaran HAM di Papua. G 30S PKI berlarut dan merugikan Pemerintah RI," kata dia.
Sebenarnya, lanjut dia, banyaknya penangkapan pemilik simbol-simbol komunis terlalu represif. Sebab, ada pergeseran makna dari simbol tersebut. Simbol itu hanya menjadi tren anak muda sekarang. Belum tentu bertujuan subversif (pemberontakan dalam merobohkan struktur kekuasaan).
"Mindset kita sudah berubah. Saya juga tak setuju ada buat logo, bikin komunis, tapi itu tren anak muda sekarang. Jadi dengan tenang kita selesaikan masalah ini, tidak usah grusa-grusu, kita tahu kok instrumennya. Kita sudah tahu kok pergerakan-pergerakan membahayakan, jadi saya rasa enggak perlu khawatir," tegas Luhut.
Menurut dia, pemerintah boleh waspada terhadap bahaya komunis, tapi tidak perlu khawatir dan diselesaikan dengan tenang.
"Jangan dibikin heboh, sekarang enggak usah macem-macem, berlebihan. Sekarang teknologi sudah cepat. Jadi harus dewasa kita menangani kasus ini."
Advertisement
Komunis Sudah Hilang
Luhut mengatakan komunisme sekarang sudah tidak laku di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Tidak ada lagi yang mendukung komunis di Tanah Air. Apalagi, pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) memiliki program pembangunan dan kesejahteraan rakyat merata, sehingga sulit tumbuh lagi komunis di Tanah Air.
"Siapa sih yang percaya komunisme sekarang? Rusia sudah break down, China tinggal sebagian kecil, sudah liberal semua. Tapi kalau pemerataan ekonomi bagus, enggak ada orang berpikir jadi komunis. Tinggal Korut, berapa lama bisa bertahan?" ujar Luhut.
Oleh karena itu, dia meminta aparat penegak hukum dan warga tidak terlalu reaktif dalam menyikapi hal ini. Terlebih, Indonesia memiliki perangkat hukum yang baik.
"Saya pikir instrumen sudah baik, enggak perlu lagi takut berlebihan. Sudah ada sistem kok. Saya ihat enggak ada tuh (dukungan ke komunis), pemerataan buat dana pemerintahan," tegas Luhut.
Dia pun mengapresiasi peran Babinsa dalam membina masyarakat di setiap pelosok. Keberadaan personel TNI/Polri di masyarakat juga mencegah tumbuh kembangnya komunisme di Tanah Air.
"Babinsa yang ngawasin itu. Itu tulang punggung desa kita itu. Mereka membantu irigasi, pupuk, dan sebagainya. Sehingga saya lihat peranan Babinsa kekuatan kita untuk menangkal komunis tadi," kata dia.
Karena itu, sambung Luhut, kesejahteraan Babinsa kini lebih diperhatikan pemerintah. Sebab, dia merupakan intelijen paling ujung.
Luhut menegaskan, meski komunisme sudah hilang, pemerintah harus tetap waspada. Karena bisa muncul kembali jika tidak ada keadilan. "Makanya itu harus ada pemerataan pembangunan, dan kesejahteraan," pungkas Luhut.