Liputan6.com, Jakarta - Terpidana kasus kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono bersedia membayar uang pengganti atas kasusnya senilai Rp 164 miliar. Namun, dia akan membayarnya dengan cara dicicil.
Indonesia Corruption Watch menyindir sikap Kejaksaan Agung yang memperbolehkan Samadikun mencicil kewajibannya tersebut.
"Dicicil, terlalu murah hati Kejaksaan sama Samadikun," kata peneliti ICW Emerson Yuntho kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (19/5/2016).
Menurut dia, kemurahan hati Kejaksaan seharusnya sudah cukup hanya menjemput Samadikun. Tidak perlu pada proses pembayaran uang pengganti yang telah diputus oleh pengadilan.
Baca Juga
"Pulang dijemput, bayar dicicil," sindir Emerson.
Namun, memang tidak ada aturan mengenai pembayaran uang pengganti dalam sebuah perkara. Undang-undang hanya menyebut, jika tidak mau atau tidak bisa mengganti uang negara, Kejaksaan akan menyita harta sang terpidana.
Oleh karena itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus)Â Kejaksaan Agung Arminsyah tidak mempermasalahkan dengan pembayaran dengan cicilan yang dilakukan Samadikun. Tata cara pembayaran uang pengganti secara dicicil tidak ada dalam perundangan. Artinya, hal tersebut sah-sah saja dilakukan.
"Hasil laporan Kajari Jakarta Pusat, Samadikun menyanggupi melunasi uang pengganti setiap tahunnya Rp 42 miliar jadi selama 4 tahun, untuk denda sudah dibayarkan," kata Arminsyah di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu 18 Mei 2016.