Liputan6.com, Jakarta - Laporan kunjungan kerja fiktif yang diduga dilakukan anggota DPR kembali menjadi sorotan baru-baru ini. Laporan kunker fiktif mencuat setelah beredarnya surat Fraksi PDIP yang berisi keraguan Sekretariat Jenderal‎ (Setjen) DPR terhadap laporan kunker anggota Dewan.
Diduga laporan kunker fiktif telah menimbulkan potensi kerugian negara hingga Rp 945 miliar.
Terkait kunker ini, Wakil Ketua Fraksi Nasdem Johnny G. Plate mengungkapkan, telah menghabiskan anggaran kunker Rp 225 juta pada masa reses sidang ke-IV, akhir April hingga 17 Mei 2016.
"Anggarannya Rp 225 juta plus transpor," ucap politikus asal Flores, NTT, itu saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (19/5/2015).
Baca Juga
Terkait rincian penggunaan dana itu, Johnny mengatakan tidak mencantumkannya dalam laporan. Karena laporannya bersifat lump sum atau pembayaran sekaligus dengan dana besar dalam satu waktu saja.
"Bentuknya lump sum, laporan aktivitas tidak disertai dengan bukti pengeluaran, kuitansi atau invoice. Penggunaan anggaran diserahkan pada anggota untuk menentukan tempat kegiatan, waktu kegiatan, dan jenis acara," tutur Johnny.
Dia menegaskan laporan seperti ini bukan sebagai modus untuk menutup penggunaan anggaran. Melainkan disesuaikan dengan format dari Sekretariat Jenderal DPR.
"Laporannya anggota DPR Nasdem itu berisi: daftar hadir masyarakat, substansi dialog dan aspirasi masyarakat atau tanya jawab, foto-foto kegiatan, klipping media lokal cetak maupun elektronik," tegas Johnny sambil memperlihatkan foto hasil kunjungan kerjanya di Kabupaten Manggarai, NTT.
Penyebab Mahalnya Kunker
Johnny menuturkan, saat bertemu masyarakat di daerah pemilihan biasanya warga meminta bantuan dalam bentuk barang.
"Misalnya genset listrik, alat olahraga, perbaikan fasilitas pendidikan, rumah adat, rumah ibadah dan lain-lain. Jumlahnya bisa melampaui dana yang disediakan di atas. Itu menjadi tanggungan anggota juga. Tidak sederhana seperti yang selama ini diberitakan," kata Johnny.
Menurut dia, mahal murahnya biaya kegiatan kunker anggota DPR tergantung pada kondisi dan fasilitas di dapil. Antara lain sulitnya transportasi, juga topografi wilayah yang harus melintasi selat atau laut.
"Sarana kegiatan juga cukup sulit karena di banyak tempat tidak ada gedung pertemuan dan harus membangun tenda-tenda sementara dan masih banyak kendala lainnya," kata Johnny mengungkapkan kondisi dapilnya.
"Indonesia tidak hanya Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar. Lebih banyak daerah yang sangat sulit dan masih terisolasi," pungkas Johnny.
Advertisement