Sukses

Jimly Asshiddiqie: Gelar Pahlawan Soeharto Belum Tepat Waktunya

Jimly menilai Indonesia menjadi negeri 1001 pahlawan. Namun hal itu tidak tertata dengan rapi.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemberian gelar pahlawan kepada Gus Dur atau Abdurahman Wahid dan Soeharto menuai pro kontra. Wakil Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Jimly Asshiddiqie mengaku butuh waktu tepat untuk menjadikan mereka sebagai pahlawan.

"Mengenai Pak Harto dan Gus Dur, dua kali dibahas periode lalu. Kesimpulannya timing-nya saja belum tepat," ujar Jimly di acara Pelantikan DPP PPP di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (20/5/2016).  

Jimly mengatakan, pihaknya sudah berulang kali membahasnya dalam rapat dengan instansi terkait. Namun, belum ada keputusan apakah kedua tokoh itu layak disematkan gelar pahlawan atau tidak.

"Kita biasanya kalau sudah resmi dari Mensos, kita rapatkan. Yang jelas kalau calon yang lolos dari Mensos artinya secara person sudah dianggap layak," ujar Jimly.

 

Dia menjelaskan, dalam rapat Dewan Gelar banyak yang dipertimbangkan. Semua hal yang menyangkut tehnis didiskusikan. "Banyak aspek yang perlu dibicarakan. Termasuk timing," imbuh Jimly.

Apalagi, menurut Jimly, bila dibandingkan dengan negara lain, Indonesia merupakan negeri dengan 1001 pahlawan. Ini seharusnya dapat tertata dengan rapi.

"Dibandingkan negara lain, kita tergolong negara yang pahlawannya paling banyak, harusnya kita ini tertata, jangan terlalu banyak pahlawannya," jelas Jimly.

Menurut Jimly, dengan banyaknya pahlawan akan memicu kecemburuan sosial di berbagai daerah. Di setiap wilayah nantinya akan mengusulkan masing-masing tokoh-tokoh lokal mereka. "Nanti Papua ada (Pahlawan) Aceh ngomel, (padahal) masing-masing daerah diberi kesempatan sama," terang Jimly.

Ia menganjurkan bagi setiap daerah yang mengajukan pahlawannya harus mengetahui mekanisme pemberian gelar. Sehingga tak ada kecemburuan.

"Karena UU Pahlawan, mekanisme pemberian penghargaan bintang siapapun boleh ajukan. Tapi pahlawan harus dari Perda (Peraturan Daerah)," jelas Jimly.

2 dari 2 halaman

Pro Kontra Gelar Pahlawan Soeharto

Ketua DPP PPP Romahurmuziy tak setuju pemberian gelar pahlawan kepada mantan presiden ke-4 Indonesia, Soeharto. Menurut dia yang lebih layak mendapatkan gelar itu para mahasiswa yang gugur dalam perjuangan reformasi.

"18 Tahun reformasi peringatan yang kita gelar dan tuntunan pertama mengadili Pak Harto dan kroni-kroninya karena itu mengingat korban dari rekan mahasiswa tentu yang lebih berhak memberikan gelar pahlawan reformasi adalah mahasiswa yang sudah gugur," terang pimpinan PPP yang biasa dipanggil Romi di Jakarta, Jumat (20/5/2016).

"Karena mereka yang menyalakan api reformasi yang kemudian tidak lebih dari 10 hari kemudian Pak Harto (Soeharto) mengundurkan diri," tambah Romi

Namun Romi tak menampik, jika Soeharto juga berhak dapat gelar pahlawan. Ia menyerahkan mekanisme pemberian gelar pahlawan sesuai dengan cara kepemimpinan mereka masing-masing.

"Tentu pertimbangan lain mantan presiden diberikan gelar pahlawan tapi akan ada mekanisme di mana setiap presiden akan dberikan gelar pahlawan dengan gayanya masing-masing," ujar dia

Gelar pahlawan mengandung maksud figur tanpa cacat dan memiliki dedikasi utuh. Sementara Soeharto, lanjut Romi, sedang dibicarakan dan menjadi salah satu tuntunan reformasi yang waktu itu digulirkan.