Liputan6.com, Jakarta - Polisi menduga ada jaringan di balik praktik eksploitasi seksual pasangan suami-istri atau pasutri yang ditangkap karena main film porno.
"Mereka itu kan ada jaringannya. Ada komunitasnya, ini yang sedang diselidiki," kata Wakil Kepala Satuan Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, Komisaris Murgiyanto saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Sabtu (21/5/2016).
Menurut Murgiyanto, tidak mudah untuk masuk dan bergabung dalam komunitas tersebut. Termasuk bertransaksi untuk menggunakan jasa seksual yang ditawarkan dalam komunitas yang ada di jejaring dunia maya.
Dia mencontohkan, pelanggan yang hendak bertransaksi harus melalui tahapan-tahapan yang komunitas tersebut buat. "Bila sudah dianggap percaya, maka mereka bisa masuk ke lapak," beber Murgiyanto.
Baca Juga
Untuk bertransaksi, Murgiyanto menambahkan, para penjaja seks dalam komunitas itu juga terbilang selektif dan ketat.
"Mereka meminta bertemu dulu untuk meyakini siapa pelanggan mereka. Kalau dianggap sudah nyaman maka akan terjadi transaksi, tapi kalau tidak mereka tidak mau," ujar dia.
Tidak semua pekerja seks yang tergabung dalam komunitas itu menjajakan layanan seksualitas seperti pasangan suami istri A (33) dan L (31), yaitu mempertontonkan dan merekam adegan serta threesome.
Dalam sekali layanan, mereka mematok tarif sampai Rp 800 ribu. Mereka beroperasi sekali dalam seminggu. "Jadi sebulan empat kali," kata dia.
Himpitan Ekonomi
Pasangan A dan L mengaku menjalani pekerjaan tersebut karena himpitan ekonomi. Mereka memiliki dua orang anak.
"Suaminya tidak kerja lagi, sementara mereka punya dua balita," kata Murgiyanto.
Meski sang istri bekerja, namun penghasilan yang didapat dirasa tidak mencukupi kebutuhan dapur mereka. Alhasil, keduanya mengambil jalan pintas dengan menjajakan layanan seks tersebut.
Keduanya saat ini mendekam di sel tahanan Polres Metro Jaksel untuk pengembangan penyidikan kepolisian. Keduanya ditangkap Kamis 19 Mei 2016 malam, setelah aparat kepolisian melakukan serangkaian penyelidikan dan penyamaran untuk mengungkap kasus ini. Keduanya diancam dengan Pasal 34 dan 36 Undang-Undang 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.