Sukses

Bagaimana Kelanjutan Kasus Korupsi Penjualan Kondensat?

Terakhir, berkas perkara tersebut dikembalikan lagi oleh jaksa ke penyidik pada akhir April 2016.

Liputan6.com, Jakarta - Berkas perkara dua tersangka kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait penjualan kondensat milik negara, belum juga rampung. Padahal, sudah satu tahun lebih kasus ini disidik oleh jajaran Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri.

Namun lagi-lagi, berkas perkara tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono belum juga dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung. Terakhir, berkas perkara tersebut dikembalikan lagi oleh jaksa ke penyidik pada akhir April 2016.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Polisi Agung Setya mengatakan, jajarannya terus berupaya meyakinkan jaksa agar berkas perkara keduanya dapat dinyatakan lengkap alias P21.

Salah satunya dengan melampirkan audit investigasi yang dilakukan Bareskrim.

"Tentunya itu harus melewati suatu proses penghitungan audit investigatif," kata Agung di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (23/5/2016).

Dia menambahkan, sudah dua minggu lalu pihaknya kembali melimpahkan berkas perkara dua tersangka tersebut ke Kejaksaan Agung. Tentunya sudah melampirkan apa yang diminta oleh Kejagung.

"Sudah 2 minggu yang lalu, kita memenuhi petunjuk P19," ucap Agung.

Walau berkas tak kunjung dinyatakan lengkap, penyidik mengabulkan permohonan penangguhan penahanan kedua tersangka yakni mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial BP Migas Djoko Harsono.

Padahal pada 11 Juni 2016, batas penahanan keduanya bakal habis bila berkas perkaranya tak kunjung dinyatakan lengkap.

Dia beralasan, kedua tersangka mengajukan penangguhan penahanan karena faktor kesehatan. Dia pun enggan dikait-kaitkan dengan batas waktu penahanan Raden Priyono dan Djoko Harsono yang segera berakhir.

"Yang bersangkutan kondisinya sakit. Setelah ditangguhkan mereka jalani perawatan bersama keluarganya," tandas Agung.

Kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait penjualan kondensat milik negara, berawal saat penjualan kondensat bagian negara oleh BP Migas kepada PT TPPI pada kurun waktu 2009 hingga 2010 dengan penunjukan langsung.

Penyidik menemukan sejumlah dugaan tindak pidana. Pertama, penunjukan langsung PT TPPI oleh BP Migas untuk menjual kondensat. Kedua, PT TPPI telah melanggar kebijakan Wakil Presiden untuk menjual kondensat ke Pertamina. PT TPPI malah menjualnya ke perusahaan lain. Penyidik juga menemukan bahwa meskipun kontrak kerja sama BP Migas dengan PT TPPI ditandatangani Maret 2009, namun PT TPPI sudah menerima kondensat dari BP Migas sejak Januari 2009 untuk dijual.

Selain itu, PT TPPI diduga tidak menyerahkan hasil penjualan kondensat ke kas negara. Penyidik sudah memeriksa 45 saksi, baik dari pihak BP Migas, PT TPPI, maupun Kementerian ESDM.

Kemudian, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga telah mengeluarkan audit kerugian negara atas kasus tersebut. Tak tanggung-tanggung kerugian negara akibat kasus itu sebesar US$ 2,7 miliar atau setara Rp 38 triliun.

Belakangan, penyidik telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni DH, RP dan HW. Dari ketiga itu, hanya HW yang belum diperiksa karena mengaku sakit di Singapura.