Liputan6.com, Jakarta - DPR kini tengah membahas perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ada 3 hal penting yang menjadi fokus Tim Panitia Khusus (Pansus) yaitu pemberantasan terorisme, pengakuan hukum, dan perlindungan HAM.
Ketua Pansus revisi UU Terorisme Muhammad Syafii mengatakan, saat ini pihaknya masih membutuhkan masukan dari pihak terkait soal aturan pidana terorisme.
"Agar lebih komprehensif, harus banyak diakomodir," ungkap Syafii di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 25 Mei 2016.
Politikus Partai Gerindra ini mengakui, saat ini pihak yang disebut teroris masih bias, sehingga perlindungan HAM harus dikedepankan.
"Kemudian orang ditangkap dan alami kekerasan sebelum terbukti. Perlindungan HAM juga harus dijunjung sejak proses penangkapan, pemeriksaan, hingga penuntutan dan penahanan," papar Syafii.
"Mereka kan punya keluarga, takut juga dong ketika sedang bertugas. Nah ini harus dilindungi," sambung dia.
Sedangkan untuk korban terorisme, lanjut dia, juga membutuhkan perhatian. Di antaranya terkait penanggungjawab risiko, kompensasi, dan rehabilitasi untuk korban.
Baca Juga
"Tapi sebelum itu juga harus ada siapa yang kita tetapkan sebagai korban, apa haknya, siapa yang eksekusi hak itu," ucap dia.
Selanjutnya, dalam revisi UU Terorisme juga diperlukan mekanisme harmonisasi Densus 88 dengan lembaga atau aparat lain seperti TNI.
"Karena mungkin saja ada yang melibatkan TNI, karena ada hal-hal khusus yang tidak bisa dilakukan Densus sendirian," terang Syafii.
Kemudian, DPR juga mengusulkan dibentuknya tim pengawas khusus untuk transparansi dan mengaudit anggaran operasi terorisme.
"Tim tersebut juga dibutuhkan untuk mengawasi ketepatan operasi terorisme, memastikan tidak ada penyalahgunaan aturan, dan pelanggaran HAM," ujar dia.
Menurut Syafii, dewan pengawas yang terdiri dari pakar dan akademisi itu akan menggunakan sistem penjaringan seperti dari kepolisian.
Terakhir, dia mengatakan, perlu ada tenaga ahli dalam penanganan terorisme di dunia maya. Hal ini khususnya terkait pelacakan aliran dana atau mekanisme pengumpulan dana untuk terorisme.
"Dibutuhkan penanganan yang profesional sehingga kita bisa cegah adanya penyalahgunaan," tutup Syafii.
Berdasarkan pertimbangan itulah, Syafii menilai pentingnya revisi UU Terorisme agar dapat komprehensif mewadahi seluruh kepentingan yang ada, dan tidak setiap tahun direvisi.