Sukses

Kasus Suap 2 Hakim, KPK Geledah 8 Lokasi di Bengkulu

Dalam penggeledahan itu penyidik KPK menyita dokumen, bukti elektronik dan uang Rp 500 juta dari ruang kerja Janner Purba.

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksana Harian Kepala Biro‎ Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati mengatakan, KPK telah menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus yang menjerat dua hakim di Bengkulu. Penggeledahan dilakukan sejak Rabu kemarin dan masih berlangsung sampai sekarang

"Penyidik KPK selama dua hari lakukan penggeledahan di Bengkulu sejak kemarin," ucap Yuyuk dalam pesan singkatnya, Kamis (26/5/2016).

KPK, lanjut Yuyuk, menggeledah di 8 lokasi sekaligus. ‎Yakni Kantor PN Tipikor Bengkulu, Kantor Pengadilan Negeri Kepahiang, Rumah Dinas tersangka Janner Purba, dan rumah tersangka Toton.

Demikian pula di Kantor Perpustakaan Daerah Bengkulu tempat tersangka Edi Santroni bekerja, rumah tersangka Edi, rumah tersangka Syafri Syafii, dan Kantor Korpri tempat tersangka Syafri berdinas.

"Saat ini penggeledahan masih berlangsung di lokasi ke-8, yaitu kantor tersangka SS," ucap Yuyuk.

Dari lokasi itu, kata Yuyuk, KPK menyita uang, dokumen terkait pengurusan perkara, dan bukti elektronik. Mengenai uang yang disita, dari ruang kerja Janner, penyidik menemukan Rp 500 juta. Namun, belum diketahui apakah uang itu jadi bagian dugaan suap dari Edi dan Syafri kepada Janner dan Toton.

KPK Tetapkan 5 Tersangka

KPK telah menetapkan 5 orang tersangka dalam kasus dugaan suap pengamanan sidang perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Penetapan ini merupakan hasil operasi tangkap tangan Tim Satgas KPK di Bengkulu, Senin 23 Mei 2016 sore.

Kelimanya, yakni hakim tindak pidana korupsi (tipikor) sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba, hakim adhoc tipikor PN Bengkulu Toton, dan Panitera PN Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy.

Lalu ada mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Edi Santroni.

Perkara ini bermula saat Junaidi Hamsyah yang menjabat Gubernur Bengkulu mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu. SK itu diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas.

Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak mengenal tim pembina. Akibat SK yang dikeluarkan Junaidi itu, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 5,4 miliar.

Kasus itu pun bergulir ke persidangan di Pengadilan Tipikor Bengkulu dengan terdakwa Syafri dan Edi. Dalam persidangan perkara tersebut, PN Bengkulu kemudian menunjuk tiga anggota majelis hakim, yakni Janner, Toton, dan Siti Insirah.