Liputan6.com, Jakarta - Kasus kematian Wayan Mirna Salihin selangkah lagi maju ke meja hijau. Sejak awal kasus kematian Mirna mencuat ke permukaan, siapa penabur sianida di kopi Mirna jadi teka-teki. Bagaimana Mirna tewas dan motif apa yang menjadikan pelaku tega menghabisinya pun tak pernah lolos dari perbincangan publik.
Orang dekat keluarga Mirna, Kn (50) mengatakan, sejak kasus mencuat banyak orang yang tidak dikenal datang. Baik pagi, siang atau malahan ada yang datang malam hari. Kebanyakan, mereka mengaku 'orang pintar'.
"Banyak orang yang datang. Ada lah, udah beberapa orang. Ngakunya orang pintar. Pakaiannya juga ada yang aneh," ungkap Kn kepada Liputan6.com, Jumat (27/5/2016).
Dia melanjutkan, selain orang pintar ada juga yang mengaku detektif bayaran. Kn mengungkapkan, kebanyakan mereka yang datang menawarkan jasa pengungkapan teka-teki kasus Mirna lengkap dengan siapa pembunuhnya.
"Iya minta tolong ketemu ayah Mirna. Ya gitu kebanyakan nawarin jasa bisa ungkap kasus. Terus ngaku tidak ada bayaran sedikit pun, merasa ikut prihatin, ya banyak dah. Banyak orang pintar seh ngakunya," ujar Kn.
Namun, setiap orang yang datang tak berhasil menemui Darmawan Salihin. Kn menambahkan, setiap orang yang datang tak jarang rela menunggu kepulangan Darmawan. Kalaupun akhirnya pulang, mereka juga selalu meninggalkan kartu nama atau identitas.
"Ada yang ninggalin kartu nama, nomor telepon. Waktu pas pertama mencuat tuh pas polisi belum ngumumin siapa pelaku itu, sehari bisa 2 orang datang," beber dia.
Tiap kartu nama atau kertas bertuliskan alamat orang-orang yang datang disusun dan dirapihkan. Menurut Kn semua dilaporkan, namun terkait ditindaklanjuti atau ditanggapi oleh sang majikan dia tak tahu menahu.
Tiga bulan penyidikan berjalan, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta akhirnya menerima berkas pembunuan berencana yang menjerat Jessica Kumala Wongso, Kamis 26 Mei 2016, atau dua hari menjelang batas kedaluwarsa massa penahanan. Jessica Wongso selanjutnya akan diserahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI dan dititipkan di Rutan Pondok Bambu sambil menunggu persidangan.