Liputan6.com, Jakarta - Isu reshuffle kabinet makin berembus kencang. Dikabarkan perombakan kabinet oleh Presiden Jokowi dilakukan setelah lebaran.
Ada 2 faktor yang memungkinkan Jokowi merombak kabinet setelah lebaran. Pertama, menunggu pembahasan Undang-Undang Tax Amnesty dan sebentar lagi akan memasuki bulan Ramadan.
Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, pembahasan UU Tax Amnesty itu nantinya akan mempengaruhi postur APBN 2017. Sehingga dari postur APBN baru itu maka dapat terlihat berapa buget masing-masing kementerian.
Selain itu, dari tata krama tidak pas jika reshuffle kabinet dilakukan saat bulan puasa. "Saya tidak bisa membayangkan bagaimana menteri itu sedang puasa lalu dicopot oleh Jokowi," ujar Yunarto ketika dihubungi, Jumat (27/5/2016).
Baca Juga
Saat bulan Ramadhan juga, kata Yunarto, tidak elok jika banyak gejolak politik yang dilakukan.
Beberapa waktu lalu, Jokowi mengatakan, sebagai pemegang penuh roda pemerintahan, ia bisa saja me-reshuffle terhadap menteri-menterinya kapan saja.
"Ya, reshuffle itu setiap hari juga bisa, setiap bulan juga bisa, hari ini bisa tahun depan bisa. Tapi yang saya sampaikan ke seluruh menteri fokus kerja saja," ucap Jokowi.
Jokowi menjelaskan, untuk menilai kinerja para menteri, ia selalu mengadakan survei ke masyarakat. Terutama, melihat program dan tugas yang ia amanahkan‎ sudah dirasakan atau belum. Hal itu kemudian dijadikan bahan evaluasi dalam rapat-rapat kabinet rutin.
"Masalah reshuffle setiap minggu setiap bulan ini kan apa pun kita evaluasi, mengenai tingkat kepercayaan masyarakat kepuasan masyarakat. Karena masyarakat sekarang ini melihat kita ini kerja apa tidak sih? Mampu menyelesaikan masalah apa tidak sih? Yang melihat masyarakat ‎dan memang seharusnya yang menilai masyarakat," tutur Jokowi.