Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) memecat Royani, orang yang disebut-sebut sebagai sopir sekaligus ajudan Sekretaris MA Nurhadi. Padahal, keberadaan Royani belum diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun MA.
"Betul, Royani dipecat oleh MA," ucap juru bicara MA Hakim Agung Suhadi, ketika berbincang dengan Liputan6.com, Senin (30/5/2016).
Royani sendiri menghilang sejak kasus dugaan suap pengajuan peninjauan kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mencuat. Terutama, sejak kasus ini disebut-sebut melibatkan Nurhadi.
KPK juga sudah menjadwalkan dua kali pemeriksaan terhadap Royani. Namun dua kali pula dia mangkir dari pemanggilan tanpa alasan jelas.
Menurut Suhadi, Royani dipecat sejak Jumat, 27 Mei 2016, melalui Badan Pengawas (Bawas) MA. Alasan pemecatan ini lantaran Royani sebagai pegawai negeri sipil (PNS) sudah 42 hari membolos kerja.
"Dari alasan Bawas, sudah 42 hari tidak masuk kerja tanpa alasan jelas," ujar dia.
Suhadi mengaku, pihaknya akan tetap mengimbau Royani untuk memenuhi panggilan KPK, dengan catatan dia datang ke MA.
Namun, jika Royani tidak datang ke MA, lembaga tinggi negara ini tidak memiliki orang yang mampu mencari keberadaannya.
"Kalau yang bersangkutan datang ke MA, kami akan mengimbau agar dia memenuhi panggilan KPK. Tapi kalau tidak datang, MA tidak punya intel untuk mencari Royani," kata dia.
Baca Juga
Royani sudah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik KPK. Bahkan, keberadaannya tidak diketahui lembaga anti-rasuah itu. Sehingga, KPK kesulitan mengorek keterangan orang yang disebut-sebut sopir, sekaligus ajudan Sekretaris MA Nurhadi itu.
Namun, bersama Nurhadi, KPK sudah mengirim surat pencegahan ke luar negeri ke Dirjen Imigrasi. Pencegahan terhadap Nurhadi dan Royani itu berlaku enam bulan ke depan, agar sewaktu-waktu keterangannya dibutuhkan, kedua orang tersebut tidak sedang di luar negeri.
Dalam kasus dugaan suap pendaftaran perkara PK pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini, KPK sudah menetapkan dua tersangka. Mereka yakni Panitera atau Sekretaris PN Jakpus Edy Nasution, dan Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga Doddy Ariyanto Supeno.
Edy diduga dijanjikan uang hingga Rp 500 juta oleh Doddy. Pada saat tangkap tangan, KPK menemukan uang Rp 50 juta, yang diduga sebagai suap. Namun pada perkembangannya, KPK menemukan indikasi ada penerimaan lain oleh Edy Rp 100 juta dari Doddy.