Sukses

Vonis Mati TKI Rita, Menteri Yohana Koordinasi dengan Malaysia

Menteri Yohana telah menerima laporan tertulis terkait penanganan kasus TKI pembawa sabu yang divonis hukuman mati itu.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) telah berkoordinasi dengan pihak Malaysia melalui duta besar Indonesia yang ada di sana terkait dengan vonis mati terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) Rita Krisdianti.

"Kami berkoordinasi untuk melihat penanganan selanjutnya mengenai hukuman mati seperti apa," ucap Menteri PPPA Yohana Yembise di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin 30 Mei 2016.

Yohanna telah menerima laporan tertulis terkait penanganan kasus TKI pembawa sabu yang divonis hukuman mati itu. Ia pun kini sedang berupaya berkomunikasi dengan keluarga Rita.

"Kita juga harus memberikan pemahaman ke keluarganya di sini," kata Yohanna.

Ia berujar pemerintah juga akan berupaya mengajukan permohonan pemberian ampunan kepada Rita dengan Otoritas Malaysia.

"Kalau bisa, kita bisa mengambil cara terbaik bagaimana mendekati pemerintah sana (Malaysia) supaya ada pengampunan," ujar Yohanna.

Rita Krisdianti adalah WNI asal Ponorogo, Jawa Timur yang pernah bekerja sebagai TKI di Hong Kong pada periode Januari-April 2013. Ia ditangkap Otoritas Malaysia di Bandara Bayan Lepas pada 10 Juli 2013 karena membawa masuk lebih dari empat gram narkotika jenis methamphetamine atau sabu di dalam tasnya.

Dalam pengakuannya, Rita menyatakan tidak mengetahui isi tas berisi sabu. Menurut TKI tersebut, tas itu adalah milik WNI lain yang mengatur perjalanannya dari Hong Kong ke Penang, Malaysia melalui Bangkok, Thailand dan New Delhi, India.

154 WNI Terancam Hukuman Mati di Malaysia

Rita Krisdianti ternyata bukan satu-satunya WNI yang terancam hukuman mati di Negeri Jiran. Menurut Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Lalu Muhamad Iqbal ada ratusan WNI yang bernasib sama dengan Rita.

"Hingga saat ini masih terdapat 154 WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia," ucap Iqbal di Jakarta, Senin 30 Mei 2016.

Jumlah tersebut, menurut Iqbal, patut menjadi sorotan besar. Sebab, lebih dari 50 persen WNI yang divonis mati di Malaysia disebabkan tersangkut kasus narkotika.

"Dari jumlah tersebut, 102 (66 persen) di antaranya adalah WNI terancam hukuman mati karena kasus narkoba," ia mengungkapkan.

Iqbal menegaskan, terkuaknya fakta ini membuat Kemlu akan meningkatkan kerja sama dan koordinasinya dengan pihak-pihak terkait. Terutama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).

"Guna menangani masalah ini Kemlu telah melakukan koordinasi secara intensif dengan BNN untuk memberikan bantuan kepada para WNI tersebut, dalam hal ini adalah kepada mereka yang berdasarkan informasi yang ada disinyalir merupakan korban," ujar Iqbal.