Liputan6.com, Jakarta - Eksekusi aset Yayasan Supersemar hingga kini belum juga dilakukan pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Padahal, Mahkamah Agung sudah memerintahkan Kejaksaan Agung lewat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk segera mengeksekusi aset yayasan tersebut.
Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyo Wahyudi mengakui ada sejumlah kendala untuk eksekusi. Satu di antaranya adalah ketiadaan biaya. Juru sita dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memberikan seluruh rincian aset Supersemar yang siap dieksekusi saat ini.
"Estimasinya dibutuhkan biaya sebesar Rp 2,5 miliar untuk mengeksekusi sita aset itu, tapi tak ada dana yang dipegang Jamdatun," kata Bambang di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin, 30 Mei 2016.
Bambang menambahkan pihaknya sudah mengajukan biaya eksekusi tersebut ke dalam pagu APBNP 2016. Opsi lain, kata Bambang, adalah dengan meminta biaya langsung ke pemerintah melalui Kementerian Keuangan. Menurut dia, permintaan biaya langsung ke pemerintah diperbolehkan karena Kejagung memiliki posisi sebagai jaksa pengacara negara (JPN) dalam perkara Supersemar.
Baca Juga
Bambang menjelaskan, sejauh ini pihaknya telah mencatat 113 rekening giro dan deposito atas nama Supersemar yang siap dieksekusi. Selain itu, ada dua bidang tanah atau bangunan serta lima kendaraan roda empat yang juga siap disita.
Meski demikian, Bambang menjelaskan juru sita pada PN Jakarta Selatan saat ini tinggal menunggu pemenuhan biaya sebelum melakukan eksekusi atas aset Supersemar.
"Biaya tidak bisa dibayar sesudah sita dilakukan. (Biayanya) harus dibayar dulu baru penyitaan berjalan," ucap Bambang.
Sementara, Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna membenarkan keperluan biaya untuk menyita aset milik Supersemar.
"Memang dalam setiap penyitaan itu ada biayanya. Sepanjang yang saya tahu, misalnya, untuk penyitaan tanah itu tergantung luasnya, jaraknya dengan lokasi pengadilan. Kemudian ada berapa titik yang harus dilakukan penyitaan? Ada biaya yang dibutuhkan juru sita untuk itu," kata Made saat dihubungi di Jakarta.
Pemerintah melalui Kejaksaan Agung (Kejagung) menggugat mantan Presiden Soeharto dan Yayasan Supersemar, terkait dugaan penyelewengan dana beasiswa. Negara mengajukan ganti rugi US$ 315 juta dan Rp 139,2 miliar atau total sekitar Rp 4,4 triliun dengan kurs saat ini.
Namun ganti rugi tersebut tidak dapat dieksekusi Kejagung, karena terjadi kesalahan administrasi di Mahkamah Agung (MA). MA hari ini pun melakukan putusan PK dengan meralat kesalahan ketik yang seharusnya menuliskan Rp 139,2 miliar, tapi ditulis Rp 139,2 juta.
Juru Bicara MA Suhadi mengatakan, pihaknya akan mengirimkan putusan peninjauan kembali yang diajukan Kejagung, terkait perkara penyelewengan dana beasiswa Supersemar kepada ketua PN Jaksel.