Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki kasus dugaan suap pembahasan raperda reklamasi pulau di teluk Jakarta. Namun, jalan itu masih panjang untuk sampai pada kata selesai.
KPK dalam kasus ini sudah menjerat 3 orang sebagai tersangka‎. Mereka adalah Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja dan personal asisstant PT APL Trinanda Prihantoro, serta sang wakil rakyat DKI Jakarta Mohamad Sanusi.
Dua dari tiga tersangka itu berkas perkaranya dinyatakan lengkap. Sehingga KPK melimpahkannya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau tahap II. Dengan P21-nya berkas perkara mereka, maka Jaksa punya waktu 14 hari untuk merampungkan surat dakwaan dan kemudian dikirim ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi‎ (Tipikor) sebelum disidangkan.
"Pelimpahan berkas perkara dan barang bukti atas tersangka AWJ (Ariesman Widjaja) dan TPT (Trinanda Prihantoro) untuk tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji dalam pembahasan raperda," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Jakarta, Senin 30 Mei 2016.
Baca Juga
KPK pun tak berhenti. Gas ditekan dalam-dalam guna mencari bukti-bukti indikasi keterlibatan pihak lain. Seperti dikatakan Wakil Ketua KPK,‎ Laode M Syarief, pihaknya menemukan adanya indikasi ada pihak lain yang turut menerima suap dari para pengembang. Temuan itu yang menjadi salah satu fokus KPK saat ini.
"Itu semuanya sedang diteliti,‎" kata ‎Syarief.
Tak cuma indikasi pihak-pihak lain terlibat. Namun hasil pengembangan penyidikan kasus ini juga menemukan adanya indikasi barter dan kickback dalam persoalan reklamasi pulau teluk Jakarta.
Barter dimaksud adalah dugaan pembayaran di muka atau down pay kontribus‎i tambahan yang dibebankan kepada perusahaan pengembang dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Diduga, Pemprov DKI meminta perusahaan pengembang untuk bayar DP kontribusi tambahan lebih dulu. Di satu sisi Pemprov DKI akan memberi izin reklamasi kepada mereka jika DP itu dibayarkan.
KPK juga mensinyalir adanya kickback yang diterima Pemprov DKI usai memberi izin kepada perusahaan pengembang. Namun, KPK belum mengetahui rinci kickback seperti apa yang diterima Pemprov DKI dari perusahaan pengembang.
"Kasus ini memang kasus besar. Karena itu, kami teliti dengan baik‎," ucap Syarief.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sangat geram dengan pemberitaan yang menyebut ada barter antara dirinya dengan Agung Podomoro Land. Barter ini terkait anggaran penggusuran Kalijodo dan kontribusi tambahan reklamasi. Menurut dia, istilah barter tidak tepat dan merupakan fitnah.
Advertisement
"Bukan barter namanya, tapi kontribusi tambahan. Anda memfitnah saya, seolah-olah saya barter dapat 300 sekian miliar di kertas dari mana dan KPK juga tidak mengakui," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Kamis 19 Mei 2016.
Dia menilai, meski belum ada diskresi, kontribusi tambahan akan diatur dalam perundangan yakni perda. Walaupun, pembahasan perda tersebut tertunda karena adanya suap ke Ketua Komisi D DPRD DKI M Sanusi.
Karena itu, lanjut dia, kontribusi tambahan yang diminta pemprov sudah ada landasan yakni Perjanjian Kerja Sama (PKS).