Liputan6.com, Tangerang - Terpidana mati narkotika asal Nigeria Michael Titus Igweh bersujud dan menangis meminta pengampunan hakim dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) kedua di Pengadilan Negeri (TN) Tangerang.
"Tolong pak, saya tidak bersalah. Mohon ampun pak," pinta Titus Igweh dengan tampang memelas di hadapan para hakim, Selasa (31/5/2016).
Menanggapi sikap Titus, Sun Basana Hutagalung selaku ketua hakim bergeming. Dia memasang tampang dingin dan sedikit menyeritkan dahinya.
Sementara melihat kliennya bersujud, pengacara Titus, Sitor Situmorang langsung menghampiri dan berusaha menabahkan kliennya. Drama meminta ampun tersebut dilakukan Titus setelah pembacaan pembelaannya di PN Tangerang.
Dalam persidangan kedua kalinya itu, dia mengklaim belum mendapat keadilan. Padahal sudah hampir 13 tahun dia mendekam di Lapas Nusakambangan.
Di hadapan hakim, dia mengaku mengalami kekerasan fisik selama pemeriksaan di kepolisian, hingga akhirnya harus mengakui hal yang tidak dia perbuat. Pengacara yang disediakan untuknya pun tidak membelanya.
“Memang ada beberapa warga negara Nigeria yang terlibat narkoba, tapi tidak semua orang Nigeria jahat, masih banyak yang baik, datang ke Indonesia untuk berbisnis dengan cara halal. Untuk itu saya minta bapak hakim melihat saya sebagai sesama manusia, jangan lihat sebagai warga negara Nigeria,” kata Titus.
Baca Juga
Pengacara Titus, Sitor, dalam PK tersebut menyatakan, Titus meminta hakim membatalkan putusan hukuman mati atas dirinya. Pasalnya, ada adanya 2 Putusan PK yang saling bertentangan antara yang satu dengan yang lain.
Yakni Putusan PK No. 251/PK/Pid.Sus/2011 atas Terpidana Micahel Titus Igweh yang bertentangan dengan Putusan PK No 45 PK/Pid.Sus/2009 atas nama Terpidana Hillary K Chimizie.
“Dalam perkara Micahel Titus Igweh dinyatakan barang bukti heroin diperoleh dari saksi Hillary K Chimizie. Sedangkan dalam perkara terpidana Hillary, dinyatakan Hillary tidak pernah menyerahkan barang bukti heroin tersebut kepada klien kami, dia juga mengaku tidak kenal pada Titus. Jadi ada ketidakjelasan putusan yang jelas menyebabkan kekeliruan,” kata Sitor.
Sitor menambahkan, putusan PN Tangerang yang menjatuhkan hukuman mati Titus Igweh 2003 lalu, dinilai tidak sah. Sebab, putusan itu berdasarkan keterangan dua saksi yang sudah meninggal, yakni Marlena dan Izuchukwu Okoloaja.