Liputan6.com, Semarang - PL, bocah SD di Semarang itu tak pernah menyangka, perkenalannya dengan salah satu lelaki yang baru dikenalnya berujung petaka. Bocah 12 tahun itu memang dikenal supel dan ceria sehingga mudah berteman dengan orang baru.
Perkenalan itu terjadi pada April 2016 lalu. Si teman lelaki kemudian mengajaknya berboncengan dengan sepeda motor. Bocah berbadan bongsor itu senang saja saat diajak berjalan-jalan dan berkenalan dengan sejumlah rekan si teman lelaki.
Hingga kemudian ia mengeluh pusing. PL kemudian diberi obat oleh salah satu teman yang baru dikenalnya. Obat itu membuatnya tak sadarkan diri hingga kesempatan itu dimanfaatkan si teman untuk berbuat bejat.
PL lalu dibawa ke gubuk pematang sawah. Dalam penyelidikan, gubuk itu diketahui berlokasi di Jalan Sugiono, Kelurahan Pedurungan Lor RT 2 RW 5, Kecamatan Pedurungan, Semarang. Di tempat itu, sejumlah lelaki yang dianggap teman oleh PL memperkosanya yang sedang tidak sadarkan diri.
PL yang tidak tahu apa-apa dipulangkan tengah malam. Sang ayah yang tinggal bersamanya di tempat kos tidak sedikit pun curiga atau sekadar bertanya mengapa anak gadisnya pulang larut malam. PL pun melanjutkan hari tetap dengan ceria.
Selang dua hari, PL kembali diajak bepergian oleh sekelompok teman barunya. Ia yang tidak sadar saat kejadian sebelumnya mau saja. Namun, ia kembali dicekoki pil koplo saat mereka sedang berkumpul. Lagi-lagi, ia diperkosa saat kehilangan kesadaran.
"Kejadian itu berulang dan selalu diawali dengan jalan-jalan kemudian korban diberi pil koplo sehingga tidak sadar. Bahkan, satu momen pemerkosaan pernah dilakukan ramai-ramai namun korban tetap tidak sadar," tutur Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti yang akrab disapa Ita kepada Liputan6.com, Jumat (3/6/2016).
Pemerkosaan ketiga diketahui berlangsung di rumah tersangka yang kini ditetapkan buron, NM. Kamar NM itu sebenarnya sempit. Selain kasur, ada TV 14 inch yang dilengkapi speaker aktif portable.
Kejahatan seksual yang dialami PL itu menimbulkan trauma mendalam. Ita mengungkapkan siswi SD itu sempat depresi dan malu bergaul dengan teman-temannya saat menyadari menjadi korban pemerkosaan. Ia bahkan sempat trauma bertemu laki-laki.
Untuk itu, Pemkot Semarang memberikan pendampingan intens dari psikolog bagi bocah SD di Semarang itu. Tak hanya itu, pemkot juga menyediakan perawatan medis untuk mengobati sakit yang diderita PL. Itu karena PL mengalami gangguan pada alat reproduksinya.
Tak ketinggalan jaminan keberlangsungan pendidikan PL yang terpaksa tak mengikuti ujian sekolah. "Kita juga bahas bagaimana sekolahnya dan dia bisa aman. Kita pastikan andai ia tak ikut UN, pasti akan ikut UN susulan," ujar Ita.
TKP Berubah
Seluruh tempat kejadian perkara itu kemudian ditelusuri Tim Inafis Polrestabes Semarang dan Unit Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) Satreskrim Polrestabes Semarang. Pada lokasi pertama, tim hanya menemukan urugan tanah karena persawahan itu sudah hendak dijadikan perumahan.
Sisa gubuk yang sudah dibongkar diletakkan di pinggir jalan. Petugas Inafis mendatangi lokasi bekas gubuk itu berdiri dan memotretnya, selanjutnya melihat sisa-sisa bongkaran gubuk.
Menurut Haryono, salah satu pekerja proyek di lokasi, tempat tersebut memang sering digunakan untuk nongkrong anak-anak muda. Kondisi gelap tanpa penerangan di malam hari rupanya dimanfaatkan untuk berbuat jahat.
"Tempat ini memang jadi tempat nongkrong di malam hari. Jadi motor diparkir di pinggir jalan tapi yang punya tidak ada," kata Haryono, Kamis (2/6/2016).
Lokasi kedua adalah depo pasir di Plamongan Sari Raya, Pedurungan Kidul RT 2 RW 7, Kecamatan Pedurungan, Semarang. Tempat penimbunan pasir ini memang berada di pinggir jalan. Pada malam hari, hanya ada beberapa ada warga yang melintas karena kondisinya gelap.
Di depo pasir ini pemerkosaan dilakukan di antara pepohonan pisang. Ketika peristiwa berlangsung, di lokasi itu ada kursi kayu besar dan panjang. Saat didatangi, kursi tersebut sudah tidak ada di lokasi.
Adapun lokasi ketiga tidak jauh dari depo pasir, yaitu rumah pemerkosa, NM, di Jalan Plamongan Sari RT 02 RW 12, Plamongan Sari. Di rumah tersangka yang masih buron ini, pemerkosaan dilakukan di kamar NM.
Berdasarkan hasil olah TKP itu, Kanit PPA Polrestabes Semarang, AKP Kumarsini memastikan pemerkosaan di gubuk itu dilakukan sejak April 2016.
"Kita mencari tahu apakah April atau Mei, ternyata April, karena tanahnya sudah diurug. Tanggalnya 4 dan 6. Ya 4 dan 6 April," kata Kumarsini.
Advertisement
Pernyataan Kontroversial
Terkait kasus pemerkosaan itu, polisi sudah menangkap enam tersangka dari delapan yang diburu. Tersangka yang sudah ditangkap yaitu tiga dewasa bernama Wahyu Adi Wibowo (36), Johan Galih Dewantoro (19), dan Lutfi Adi Prabowo (19). Sedangkan, tiga lainnya di bawah umur yaitu IA (16), RS (17), dan MA (15).
Kapolrestabes Semarang Kombes Burhanudin menyatakan berdasarkan keterangan para pelaku, hasil penyelidikan sementara menyimpulkan PL bukan korban pemerkosaan, melainkan persetubuhan di bawah umur. Aksi itu dilakukan sejak Mei 2016.
"Korban diajak oleh pelaku dengan bujuk rayu, sehingga akhirnya peristiwa terjadi. Tidak ada unsur paksaan. Pemerkosaan itu tahulah unsurnya. Ini suka sama suka dengan rangkaian kata indah. Ya namanya anak dirayu," kata Burhanudin, Selasa, 31 Mei 2016.
Salah satu indikasi, kata Burhanudin, adalah data usia pelaku yang sama-sama masih berusia di bawah umur. "Dari enam pelaku, dua di antaranya masih di bawah umur juga. Sedangkan, sejumlah pelaku lainnya masih dalam pengembangan," kata dia.
Meski begitu, Kapolres menegaskan para pencabul itu tidak lantas bebas dari jerat hukum. Para pelaku terancam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak karena bersetubuh dengan anak di bawah umur.
Pernyataan tak kalah mengejutkan juga disampaikan salah seorang pelaku. RS (17) mengaku dalam setiap pemerkosaan yang dilakukan beramai-ramai, mereka membayar kepada laki-laki yang saat ini masih diburu.
Rata-rata mereka membayar antara Rp 20 ribu - Rp 40 ribu. RS mengungkapkan ia terlibat dalam aksi bejat itu karena ditawari NM yang juga masih buron.
"Saat itu saya ditawari. Janjian ketemu di sebuah gubuk di daerah Penggaron," kata RS kepada Liputan6.com, Kamis, 2 Juni 2016.
Ketika RS tiba di tempat pertemuan, ia sudah ditunggu NM yang menemani korban yang sudah telanjang bulat. Korban diduga saat itu dalam kondisi tak sadar dan mabuk karena sudah dipaksa mengonsumsi pil koplo.
"Ketemu langsung sama NM, dateng ke tempatnya. NM itu satu kampung sama saya. Pas dateng (korban) sudah telanjang," kata RS.
Karena sudah terlanjur bernafsu, RS kemudian membayar Rp 20 ribu ke NM agar bisa menyetubuhi bocah SD tersebut. RS mengaku tak tahu dan tidak menyadari jika ia telah meniduri anak-anak.
"Saya kira sudah dewasa. Saya bayarnya ke NM," kata RS.
NM mengaku kenal dengan dua tersangka lainnya yang masih di bawah umur, yaitu IA (16) dan MA (15). Dari keterangannya, IA bahkan sudah empat kali memperkosa dan membayar antara Rp 20 ribu sampai Rp 40 ribu.
Tiga tersangka dewasa yaitu Wahyu Adi Wibowo (36), Johan Galih Dewantoro (19), dan Lutfi Adi Prabowo (19) ternyata juga mengaku ada transaksi dengan kisaran nilai yang sama.
Sementara itu, Wakasat Reskrim Polrestabes Semarang, Kompol Sukiyono mengatakan saat ini proses penyelidikan dan penyidikan masih berlangsung. Proses pemberkasan kasus kejahatan seksual itu dipecah menjadi lima. Pelaku di bawah umur dipisahkan sesuai undang-undang yang berlaku.
"Jadi berkas di-split lima. Ada tiga berkas untuk dewasa, satu dewasa untuk pencabulan, dan satu berkas untuk anak-anak, persetubuhan. Perlakuan pelaku dewasa dan anak-anak berbeda," kata Sukiyono.
Meskipun ada indikasi perdagangan manusia, Sukiyono menyebutkan polisi belum mengarahkan penyelidikan ke sana. Pihaknya saat ini masih fokus memburu para pemerkosa yang belum ditangkap.
"Ada dua tersangka yang masih diburu, salah satunya NM yang disebut menerima uang dari enam tersangka sudah ditangkap. Masih ada masuk DPO (daftar pencarian orang), inisial N. Ini dijerat Pasal 76 D Undang-Undang Perlindungan Anak juncto Pasal 81 Undang-undang Perlindungan Anak," kata Sukiyono.