Liputan6.com, Jakarta Warga Bukit Duri Jakarta Selatan menggugat Gubernur DKI Jakarta, Wali Kota Jakarta Selatan, Kementerian PUPR, dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadene (BWSCC) yang akan menggusur tempat tinggal mereka.
Sidang perdana gugatan class action tersebut berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (7/6/2016). Dalam sidang yang berlangsung hanya 15 menit, tak ada satu pun tergugat yang hadir. Permintaan putusan sela agar penggusuran ditunda pun tak mereka dapati.
Kuasa hukum warga Bukit Duri Vera WS Soemarwi menyatakan, dengan tetap menggusur pemerintah DKI Jakarta telah melanggar aturan.Â
Advertisement
"Sejatinya, program normalisasi sudah berakhir pada 2015. Tapi Ahok ngeyel terus menggusur warga pada 2016. Kita mendapat informasi warga bakal tetap digusur akhir Juni ini," kata Vera.
Aturan yang dimaksud tersebut, kata Vera, adalah kesepakatan program normalisasi kampung rusun dan penataan Kali Ciliwung.
"Program trase Sungai Ciliwung itu dimulai Oktober 2012 dan seharusnya berakhir 5 Oktober 2015. Itu mengacu kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 bahwa pelaksanaan proyek untuk pembangunan kepentingan umum hanya boleh dilakukan selama dua tahun dan dapat diperpanjang satu tahun. Itu sesuai dengan Pergub Nomor 163 Tahun 2012 dan juga diperpanjang oleh SK Gubernur Nomor 21 Tahun 2014," ujar Vera.
Dalam tuntutannya, warga menyatakan ketidaktransparanan Ahok dalam pengelolaan dana APBD penggusuran, penganiayaan terhadap kuasa hukum mereka, serta ganti rugi terhadap warga yang telah digusur tak juga diberikan.
"Sampai sekarang sudah 133 rumah yang digusur di tiga RT dan RW 10, dan masih ada 445 yang akan digusur di tiga RW lainnya. Total kerugiannya Rp 1,7 triliun," kata Vera.