Liputan6.com, Jakarta - Polisi menangkap RAS (33), seorang pengusaha isi ulang air mineral ukuran galon pada 16 Mei 2016 lalu. RAS terbukti menjual air mineral kemasan galon dengan bahan baku air sumur yang membahayakan kesehatan pembelinya. Motif dirinya berbuat curang hanya untuk mendapatkan keuntungan lebih.
Polisi menangkap basah RAS saat sedang memasang tutup kemasan air mineral bekas di kiosnya, Jalan Rawajati RT 01 RW 04 Kelurahan Krukut Kecamatan Limo, Depok, Jawa Barat.
"Jika penjual air mineral galon asli mendapatkan keuntungan Rp 1.000 pergalon, dengan air mineral palsu ini pelaku meraup untung Rp 3.000 pergalon," kata Kapolres Kota Depok AKBP Harry Kurniawan kepada Liputan6.com, Selasa (7/6/2016).
Bisnis air mineral palsu ini sudah dilakoni RAS sejak Februari 2016, dan rekannya Amin yang berstatus buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO) Polresta Depok.
Harry menjelaskan peran Amin adalah menyuplai tutup air mineral bermerek ke RAS agar tampilan air mineral palsu tersebut meyakinkan pembelinya.
"Pelaku sendirian jualannya, tapi untuk meyakinkan dan membuat mirip tampilan air jualannya dengan Aqua, pelaku membeli galon bekas dan tutup airnya ke Amin. Aminnya sekarang sedang kita cari," jelas Harry.
Perwira Menengah yang sebelumnya berdinas di Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Polda Metro Jaya ini menerangkan RAS mampu menjual air mineral palsu sebanyak 30 galon perhari, berarti keuntungan yang didapatnya Rp 240 ribu perhari. Jika ditotal, RAS meraup untung Rp 6.240.000 perbulan.
"Pengakuannya bisa menjual 30 galon sehari. Keuntungannya dikalikan 26 hari kerja karena dia libur sehari dalam seminggu," ujar Harry.
Dari kios milik RAS, polisi menyita 35 galon air mineral merek Aqua yang berisi air tanah, 426 buah tutup galon merek Aqua, enam buah filter air, satu kompor gas, masing-masing 1 tabung gas elpiji ukuran 3 dan 12 kilogram, satu buah panci dan satu unit mobil pikap.
"Pelaku kita kenakan Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 8 ayat 1 Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman (hukumannya) 5 tahun atau denda 2 miliar," tutup Harry.