Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika memprediksi fenomena cuaca La Nina akan muncul mulai Juli, Agustus hingga September 2016 dengan intensitas lemah sampai sedang.
La Nina juga akan memunculkan fenomena dipole mode negatif. Kondisi suhu muka laut di bagian barat Sumatera lebih hangat dari suhu muka laut di Pantai Timur Afrika.
Sehingga menambah pasokan uap air yang menimbulkan bertambahnya curah hujan untuk wilayah Indonesia Bagian Barat.
Kondisi dipole mode yang diprediksi akan menguat pada Juli hingga September dapat memicu bertambahnya potensi curah hujan di atas normal pada periode musim kemarau.
Curah hujan di atas normal itu terjadi di Sumatera Utara bagian Barat, Sumatera Barat bagian Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa bagian Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawsi Tenggara, dan Papua.
"Banjir dan longsor berpotensi meningkat. Sedangkan kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan tidak akan sebesar tahun 2015," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Namun, kata Sutopo, pemerintah sudah mengantisipasi jika terjadi kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2016. Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah terus dilakukan dengan intensif. Bahkan BNPB telah menempatkan 2 helikopter dan 2 pesawat Air Tractor untuk pemboman air dari udara di Pekanbaru sejak April lalu.
"Hampir setiap hari helikopter dan pesawat tersebut melakukan pemadaman api di wilayah Riau," ujar dia.
Saat ini, kata dia, cuaca masih dalam musim pancaroba. Curah hujan ekstrem banyak terjadi di beberapa wilayah, sehingga menimbulkan banjir, longsor dan puting beliung.
Baca Juga
Berdasarkan data sementara, sejak 1 Januari 2016 hingga 7 Juni 2015 telah terjadi 978 bencana. Dampak yang ditimbulkan adalah 154 orang meninggal, 233 luka-luka-luka, 1,68 juta jiwa menderita dan mengungsi, dan ribuan rumah rusak.
Menurut Sutopo, hidrometeorologi mendominasi peristiwa bencana. Tanah longsor masih menjadi bencana paling mematikan. Terdapat 53 jiwa orang meninggal. Sementara itu, 52 orang meninggal akibat banjir, dan 34 orang meninggal akibat banjir dan tanah longsor.
Sedangkan bencana geologi yaitu erupi gunung api menyebabkan 9 orang meninggal akibat diterjang awan panas Gunung Sinabung.
"Antisipasi menghadapi kemarau basah dan musim penghujan pengaruh La Nina perlu ditingkatkan sesuai dengan tingkat ancaman bencana yang meningkat pula. Sosialisasi juga perlu lebih digalakkan agar masyarakat memahami kondisi terkini terkait ancaman bencana yang akan dihadapi," ujar Sutopo.
Advertisement